Dinilai Baik, Serikat Pekerja: Kenaikan UM 2023 Tak Jamin Daya Beli Buruh Naik

ppatk

Ilustrasi gaji. Foto: dok Kemenkeu

INDOPOS.CO.ID – Rumusan baru penetapan upah minimum (UM) 2023 lebih baik dari rumusan pada pasal 26 PP 36 tahun 2021.

Pernyataan tersebut diungkapkan Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar melalui gawai, Minggu (20/11/2022).

Ia mengatakan, dengan rumusan baru tersebut kenaikan UM 2023 di atas inflasi yang terjadi di 2022.

Kendati UM 2023 akan dihadapkan dengan inflasi 2023. Sehingga Permenaker Nomor 18/2022 ini belum otomatis memastikan daya beli buruh tidak turun di 2023.

“Ini bisa terjadi karena adanya faktor alfa yang dikalikan dengan pertumbuhan ekonomi. Formula ini berpotensi menyebabkan kenaikkan UM 2023 tidak otomatis lebih tinggi dari inflasi 2023,” terangnya.

Ia menilai, rumusan formula Permenaker 18/2022 seperti PP 78 tahun 2015. Yakni adanya penjumlahan pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional. Namun dalam rumus baru ini ada faktor alfa yang nilainya dalam rentang 0.10 sampai 0.30.

Mengapa harus ada nilai alfa? Apa dasarnya? Dan mengapa harus dibatasi antara 0.1 sampai 0.3? Kenapa tidak ditentukan misalnya nilai alfa antara 0.5 hingga 1 sehingga mendekati formula PP 78 tahun 2015,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) baru saja mengeluarkan Permenaker Nomor 18 tahun 2022 tentang penetapan upah minimum 2023.

Pada Pasal 6 Permenaker tersebut formula perhitungan kenaikan UM 2023 menjadi UM(t+1) atau upah minimun yang akan ditetapkan = UM(t) atau upah minimum tahun berjalan + (Penyesuaian Nilai UM atau penjumlahan antara inflasi dengan perkalian pertumbuhan ekonomi dan α (alfa) x UM(t)).

Sehingga Pasal 26 PP 36 tahun 2021 yang mengamanatkan formula kenaikan Upah Minimum (UM) diubah oleh Pasal 6 Permenaker no. 18 tahun 2022. (nas)

Exit mobile version