Bencana Nonalam ‘Hantui’ Indonesia, Ini Strategi Penanganannya

Hari-Sadar-Risiko

Ketua Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (MASINDO), Dimas Syailendra (kiri) foto bersama Inspektur I Badan Riset dan Inovasi Nasional Arief Hadianto (kanan) dan Founder sekaligus CEO QM Financial, Ligwina Hananto (tengah), usai merayakan Hari Sadar Risiko Nasional 2022, di Jakarta, Kamis (15/12) di Jakarta. Kegiatan ini menjadi momentum untuk mengajak para pemangku kepentingan menyebarluaskan konsep sadar risiko bagi masyarakat. Foto: Istimewa

INDOPOS.CO.ID – Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (Masindo) menggelar perayaan ‘Hari Sadar Risiko Nasional 2022’ bertepatan dengan ulang tahun pertama, di Jakarta pada Kamis (15/12/2022). Kegiatan ini menjadi momentum untuk mengajak para pemangku kepentingan di sektor kesehatan, ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya, dalam menyebarluaskan konsep sadar risiko bagi masyarakat.

Melalui acara ini, Masindo beserta para narasumber menyampaikan inisiatif-inisiatif yang telah dilakukan dalam mengimplementasikan konsep sadar risiko. Acara ini turut dihadiri oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta figur publik.

Sekretaris Deputi III Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kependudukan dan Keluarga Berencana Kemenko PMK, Imam Pasli menjelaskan, Indonesia saat ini masih ‘dihantui’ bencana nonalam, seperti masih tingginya kasus Penyakit Tidak Menular (PTM).

“Jadi, perlu adanya peningkatan budaya sadar risiko yang dimulai sejak dini, baik di lingkungan keluarga, instansi pemerintah, maupun di masyarakat,” ujar Imam.

Ketua Masindo, Dimas Syailendra Ranadireksa mengatakan, ada sejumlah tantangan untuk membangun budaya sadar risiko di masyarakat. Penyebab utamanya antara lain kebiasaan mengesampingkan risiko, kurangnya pengetahuan, hingga misinformasi dalam kehidupan sehari-hari.

“Bertepatan dengan satu tahun kehadiran Masindo di Indonesia, kami akan memasyarakatkan konsep sadar risiko melalui edukasi, diskusi publik, advokasi media, kajian hingga informasi berbasis bukti ilmiah,” ucap Dimas.

Ketua Tim Kerja Penyakit Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian PTM, Kemenkes, Esti Widiastuti menambahkan prevalensi PTM, khususnya diabetes, masih terus meningkat setiap harinya.

“Sebagai antisipasi, masyarakat harus sadar terhadap faktor risiko diabetes melitus dengan menerapkan gaya hidup sehat. Perubahan ini perlu dukungan semua pihak agar bisa terwujud,” jelas Esti.

Direktur Adaptasi Perubahan Iklim, Kementerian LHK, Sri Tantri Arundhati mengatakan, bencana alam yang sedang marak terjadi tidak dapat dilepaskan dari dampak perubahan iklim. Hampir 95 persen perubahan iklim diakibatkan.

“Perubahan iklim tidak bisa dihindari, semua pihak bisa terdampak masalah lingkungan termasuk kehutanan, pertanian, dan peternakan. Kementerian menjalankan program Kampung Iklim untuk mendorong kelompok masyarakat melakukan kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di tingkat lokal,” ujar Sri.

Adapun, semua organisasi harus punya budaya sadar risiko. Kenapa perlu membangun budaya risiko? Karena risiko ini tidak terduga sehingga kesadaran terhadap risiko harus ditingkatkan,” kata Arief.

Selain itu. Founder sekaligus CEO QM Financial, Ligwina Hananto mengingatkan pentingnya sadar risiko dalam hal finansial. Dengan begitu, masyarakat dapat mengelola keuangan dan terhindar dari penipuan.

“Intinya, perlu berpikir jangka panjang sebelum melakukan pinjaman atau investasi dengan hasil yang cepat karena sasaran kedua hal ini adalah masyarakat yang kesulitan keuangan,” imbuhnya.(rmn)

Exit mobile version