INDOPOS.CO.ID – Eks Pimpinan Komisi VI DPR, Inas Nasrullah Zubir mengatakan, rencana pemerintah meninjau harga BBM non subsidi (Pertamax) secara mingguan merupakan langkah seharusnya dilakukan sejak awal pemerintahan Jokowi.
Sebab saat itu sudah ada diskursus di Komisi VII tentang harga BBM non subsidi yang ditinjau setiap minggu. Tak hanya BBM non subsidi, ia sempat mengusulkan BBM bersubsidi dilepas melalui mekanisme pasar.
“Pada saat Menteri ESDM dijabat oleh Sudirman Said, saya mendesak agar BBM termasuk premium pada saat itu dilepas ke harga pasar yang dibeberapa negara disesuaikan setiap minggu, kemudian disubsidi dengan angka yang fix dan ditinjau setiap 6 bulan sekali,” kata Inas kepada wartawan, Jakarta, Rabu (4/1/2023).
“Subsidinya ditetapkan per liter misalnya maksimal Rp3.000-5.000, sehingga Pertamina gak terbebani dengan Public Service Obligation (PSO) dalam bentuk kompensasi,” tambahnya.
Skema penugasan yang dibebankan ke Pertamina sebenarnya cukup membebani. Mestinya, pemerintah memberikan subsidi ke orang dan bukan barang, sehingga subsidi menjadi tepat sasaran.
“Pada saat di Komisi-7 saya mendesak pemerintah agar subsidi barang disetop dan diganti subsidi orang, sehingga tidak menyulitkan BUMN,” tutur Inas.
Selain itu, skema PSO dalam UU BUMN harus ditinjau kembali dan dikembalikan kepada pemerintah dalam pelaksanaan-nya. “Makanya UU BUMN perlu di revisi agar ketentuan PSO dihapus,” imbuhnya.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana, ingin mengumumkan perubahan harga BBM jenis Pertamax (RON 92) setiap pekan.
Rencana kebijakan dibuat menangkal fluktuasi harga minyak dunia yang berpengaruh terhadap harga Pertamax, selaku BBM non-subsidi dapat bantuan dana pemerintah.
“Ini yang kenapa kita mau konsultasi dulu, agar harga Pertamax di Indonesia harga Pertamax di Indonesia bisa diumumkan tiap minggu, supaya sesuai dengan harga pasar,” ucap Erick baru-baru ini. (dan)