Komnas HAM: Korban Pelanggaran HAM Berat Belum Dapat Hak Pemulihan

Komnas HAM: Korban Pelanggaran HAM Berat Belum Dapat Hak Pemulihan - komnas ham - www.indopos.co.id

Komnas HAM. Foto: dok INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Komisi Nasional (Komnas) HAM (Hak Asasi Manusia) menyambut baik sikap Presiden atas adanya pengakuan terhadap 12 peristiwa Pelanggaran HAM yang Berat yang telah diselidiki oleh Komnas HAM.

Pernyataan tersebut diungkapkan Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam keterangan, Kamis (12/1/2023). Komnas HAM juga, menurut dia, pengakuan tersebut memperlihatkan adanya komitmen pemerintah sebagai pemangku kewajiban (duty bearer) dalam pemulihan hak korban, untuk memberikan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.

“Kami mendukung jaminan ketidakberulangan peristiwa pelanggaran HAM yang berat dengan membangun pemajuan dan penegakan HAM yang efektif,” katanya.

“Dengan mendorong ratifikasi semua instrumen HAM Internasional, perubahan kebijakan di berbagai sektor dan tatanan kelembagaan pada institusi negara, dan peningkatan kapasitas penegak hukum dan aparat sipil negara melalui pendidikan dan pelatihan HAM,” imbuhnya.

Ia meminta Menkopolhukam memfasilitasi koordinasi antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung terkait tugas dan kewenangan dalam menjalankan penyelidikan dan penyidikan guna menyelesaikan peristiwa pelanggaran HAM yang berat melalui mekanisme yudisial.

“Hak korban atas pemulihan juga berlaku bagi korban peristiwa pelanggaran HAM berat yang telah disidangkan melalui Pengadilan HAM, namun hingga saat ini belum mendapatkan haknya atas pemulihan, yaitu Peristiwa Tanjung Priok 1984, Peristiwa Timor-Timor 1999, Peristiwa Abepura 2000, dan Peristiwa Paniai 2014,” bebernya.

Ia menambahkan, agar berbagai institusi, seperti TNI, Polri, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian/Lembaga lain, serta pemerintah daerah/ provinsi/ kabupaten/ kota untuk turut mendukung kebijakan pemerintah terkait tindak lanjut atas laporan Tim PPHAM.

“Membuka ruang bagi korban untuk mengajukan status sebagai korban pelanggaran HAM yang berat kepada Komnas HAM,” katanya.

“Meminta Menkopolhukam untuk merumuskan langkah konkret tindak lanjut atas laporan Tim PPHAM,” imbuhnya.

Sebelumnya, pernyataan Presiden mengenai Laporan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (Tim PPHAM) Komnas HAM RI telah mencermati Pernyataan Presiden RI terkait Laporan Tim PPHAM yang disampaikan pada 11 Januari 2023, yang berisi: pengakuan terjadinya Pelanggaran HAM yang Berat dalam 12 peristiwa (Peristiwa 1965/1966, peristiwa Misterius 1982/1985, Peristiwa Talangsari Lampung 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Statis di Aceh 1989, Peristiwa Penghilangan Orang secara Paksa 1997/1998, Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Semanggi I dan II 1998/1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998/1999, Peristiwa Simpang KKA di Aceh 1999, Peristiwa Wasior Papua 2001/2022, Peristiwa Wamena Papua 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok di Aceh 2003).

Lalu, komitmen pemulihan terhadap korban Pelanggaran HAM yang Berat tanpa menegasikan penyelesaian yudisial. Komitmen agar peristiwa Pelanggaran HAM yang Berat tidak terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang dan menugaskan Menkopolhukam untuk mengawal upaya-upaya konkret pemerintah dalam menindaklanjuti kedua komitmen tersebut. (nas)

Exit mobile version