INDOPOS.CO.ID – Kasus suap yang melibatkan tersangka Hakim Agung Sudrajad Dimyati (SD) dan kawan-kawan akan segera diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri (PN) Bandung.
“Hari ini (8/2/2023), Jaksa KPK Gina Saraswati telah selesai melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan terdakwa Sudrajat Dimyati dan kawan-kawan ke Pengadilan Tipikor pada PN Bandung,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Rabu (8/2/2023).
Selain Sudrajat Dimyati, terdakwa lainnya yang juga segera disidangkan yakni Elly Tri Pangestu, Desy Yustria, Nurmanto Akmal, Albasri, Ivan Dwi Kusuma, Muhajir Habibie dan Heryanto Tanaka.
“Status penahanan saat ini sudah menjadi wewenang Pengadilan Tipikor,” kata Ali.
Berikutnya tim jaksa menunggu terbitnya penetapan hari sidang sekaligus penetapan penunjukan majelis hakim dari panitera muda (Panmud) Tipikor.
“Agenda pembacaan surat dakwaan akan segera kami sampaikan dan kami berharap publik turut mengawal proses persidangan yang terbuka untuk umum ini,” ungkapnya.
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan 14 tersangka dalam kasus suap di Mahkamah Agung (MA). Belum lama ini, KPK menetapkan tersangka EW (Edy Wibowo), Hakim Yustisial /Panitera Pengganti MA.
Sebelumnya KPK juga telah menetapkan 13 orang sebagai tersangka, yakni SD (Sudrajad Dimyati), Hakim Agung pada Mahkamah Agung; GS (Gazalba Saleh), Hakim Agung pada Mahkamah Agung; PN (Prasetyo Nugroho), Hakim Yustisial/Panitera Pengganti pada Kamar Pidana MA dan Asisten Hakim Agung GS; RN (Redhy Novarisza), PNS Mahkamah Agung /staf; ETP (Elly Tri Pangestu) Hakim Yustisial / Panitera Pengganti Mahkamah Agung; dan DY (Desy Yustria), PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung.
Selain itu, MH (Muhajir Habibie), PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung; NA (Nurmanto Akmal), PNS Mahkamah Agung; AB (Albasri), PNS Mahkamah Agung; YP (Yosep Parera), pengacara; ES (Eko Suparno), pengacara; HT (Heryanto Tanaka), swasta/debitur koperasi simpan pinjam ID (Intidana) dan IDKS (Ivan Dwi Kusuma Sujanto), swasta/debitur koperasi simpan pinjam ID (Intidana).
Kasus ini diawali adanya gugatan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) ke Pengadilan Negeri Makassar yang diajukan oleh PT MHJ (Mulya Husada Jaya) sebagai pihak Pemohon dengan Yayasan Rumah Sakit SKM (Sandi Karsa Makassar) sebagai termohon.
Selama proses persidangan sampai dengan agenda pembacaan putusan, majelis hakim kemudian memutuskan Yayasan Rumah Sakit SKM dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.
Atas putusan tersebut, pihak Yayasan Rumah Sakit SKM lantas mengajukan upaya hukum kasasi ke MA yang salah satu isi permohonannya agar putusan di tingkat pertama ditolak dan memutus Yayasan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit.
Sekitar Agustus 2022, agar proses kasasi ini dapat dikabulkan, diduga perwakilan dari Yayasan Rumah Sakit SKM yaitu Wahyudi Hardi selaku ketua yayasan melakukan pendekatan dan komunikasi intens dengan meminta MH dan AB selaku PNS pada MA untuk membantu dan memonitor serta mengawal proses kasasi tersebut yang diduga disertai adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang.
Sebagai tanda jadi kesepakatan, diduga ada pemberian sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp3,7 miliar kepada EW yang menjabat Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti MA yang diterima melalui MH dan AB sebagai perwakilan sekaligus orang kepercayaannya.
Untuk serah terima uang diduga dilakukan selama proses kasasi masih berlangsung di MA. Adapun pemberian sejumlah uang tersebut diduga untuk mempengaruhi isi putusan dan setelah uang diberikan maka putusan kasasi yang diinginkan Wahyudi Hardi dikabulkan dan isi putusan menyatakan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit.
Atas perbuatannya, tersangka EW bersama-sama MH dan AB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a dan b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(dam)