Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Sikap Arogan Aparat di Sidang Tragedi Kanjuruhan

kanjuruhan

Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang, usai laga Arema FC VS Persebaya Surabaya. Foto: Instagram @mhmmd_faizall

INDOPOS.CO.ID – Koalisi masyarakat sipil mengecam tindakan anggota Polri yang arogan, intimidatif, dan mengarah pada penghinaan terhadap pengadilan saat persidangan ke-12 kasus tragedi Kanjuruhan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada, Selasa (14/2/2023).

Persidangan kali ini, ruang sidang dipenuhi anggota Brimob dan anggota Polri lainnya. Dalam video beredar di media sosial, puluhan anggota Brimob bertindak intimidatif dengan berteriak dan menyoraki para Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Kejadian terjadi saat JPU akan memasuki ruang sidang, bersamaan dengan tiga terdakwa anggota Polri kasus tragedi Kanjuruhan yaitu AKP Hasdarmawan, Kompol Bambang Sidik Achmadi dan AKP Wahyu Setyo Pranoto.

Pihak keamanan pengadilan
bahkan sampai berkali-kali mengingatkan puluhan anggota Brimob itu untuk tidak membuat kegaduhan saat persidangan.

“Kami menilai, bahwa perilaku puluhan aparat Brimob tersebut merupakan bentuk dari penghinaan terhadap pengadilan (Contempt of Court), karena sikap tersebut merupakan perilaku tercela dan tidak pantas dilakukan di pengadilan,” kata Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (15/2/2023).

Perbuatan yang menimbulkan kegaduhan tersebut dinilai merupakan bentuk intimidasi terhadap Jaksa Penuntut Umum. Perilaku tercela tersebut justru menunjukkan kurangnya profesionalitas aparat dalam melakukan pengawalan
dan pengamanan pagar betis di Pengadilan Negeri Surabaya.

“Tindakan tersebut dinilai merupakan bentuk intimidasi dan unjuk kekuasaan, yang dapat mempengaruhi proses persidangan, apalagi persidangan kali ini sudah memasuki tahapan persidangan yang paling krusial yakni tahap pembuktian dan penuntutan,” ujar Isnur.

Dampak dari tindakan yang dinilai intimidatif tersebut pada faktanya, saat pemeriksaan ahli, menjadikan JPU sama sekali tidak mengajukan pertanyaan melainkan hanya mengajukan keberatan kepada majelis karena semua pertanyaan penasehat hukum bersifat menyimpulkan fakta persidangan secara sepihak.

Sejak awal, pengungkapan kasus tragedi Kanjuruhan ini penuh dengan kejanggalan, mulai kepentingan keluarga korban yang kurang diperhatikan dalam proses
persidangan, pengalihan gelaran persidangan ke PN Surabaya.

Selain itu, diterimanya Anggota Polri sebagai Penasehat Hukum tiga terdakwa yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, hingga pembatasan terhadap akses media dalam meliput siaran langsung proses persidangan.

Adapun koalisi masyarakat sipil itu terdiri dari LBH pos Malang, LBH Surabaya, LPBHNU Kota Malang, YLBHI, KontraS, Lokataru, IM57+ Institute, ICJR, ICW, AJI, PBHI. (dan)

Exit mobile version