KPK Kembali Tetapkan Satu Tersangka Baru Kasus Suap di MA

kpk

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (tengah) ketika mengumumkan dan menahan satu tersangka baru kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) yaitu Wahyudi Hardi selaku Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit SKM Sandi Karsa Makassar, di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (17/2/2023). Foto: Youtube KPK

INDOPOS.CO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan pengembangan informasi dan data hasil penyidikan perkara dugaan korupsi pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).

Setelah ditemukan adanya kecukupan alat bukti, KPK kembali menetapkan 1 orang pihak swasta sebagai tersangka pemberi suap kepada tersangka Edy Wibowo (EW) selaku hakim yustisial di MA.

“Hari ini, kami akan menyampaikan informasi terkait lanjutan pengembangan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa suap pengurusan perkara di MA,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Gufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (17/2/2023).

Ghufron menjelaskan, penetapan tersangka baru ini merupakan rangkaian penyidikan perkara dengan tersangka EW (Edy Wibowo) selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA dan kawan-kawan.

“KPK menemukan adanya kecukupan alat bukti terkait dugaan perbuatan pidana lain dalam pengurusan perkara di MA sehingga meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka WH (Wahyudi Hardi), selaku Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit SKM (Sandi Karsa Makassar),” katanya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya KPK dari awal penyidikan perkara ini telah menetapkan dan mengumumkan 14 orang tersangka, yaitu SD (Sudrajad Dimyati), Hakim Agung pada Mahkamah Agung; GS (Gazalba Saleh), Hakim Agung pada Mahkamah Agung; PN (Prasetyo Nugroho), Hakim Yustisial/Panitera Pengganti pada Kamar Pidana MA dan Asisten Hakim Agung GS; EW (Edy Wibowo), Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung; ETP (Elly Tri Pangestu, tidak dibacakan) Hakim Yustisial /Panitera Pengganti Mahkamah Agung; RN (Redhy Novarisza), PNS Mahkamah Agung /staf; dan DY (Desy Yustria), PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung.

Selanjutnya, MH (Muhajir Habibie), PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung; NA (Nurmanto Akmal), PNS Mahkamah Agung; AB (Albasri), PNS Mahkamah Agung; YP (Yosep Parera), pengacara; ES (Eko Suparno), pengacara; HT (Heryanto Tanaka), swasta /Debitur Koperasi Simpan Pinjam ID (Intidana) dan IDKS (Ivan Dwi Kusuma Sujanto, tidak dibacakan), swasta /Debitur Koperasi Simpan Pinjam ID (Intidana).

“Seluruhnya telah dilakukan penahanan. Terkait kebutuhan dari proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka WH selama 20 hari pertama, dimulai tanggal 17 Februari 2023 sampai dengan 8 Maret 2023 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur,” ujarnya.

Lebih jauh Ghufron memaparkan bahwa tersangka WH selaku Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit SKM sebagai perwakilan dari pihak termohon dalam gugatan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) ke Pengadilan Negeri Makassar yang diajukan oleh PT MHJ (Mulya Husada Jaya) sebagai pihak pemohon.

Saat pembacaan putusan oleh Majelis Hakim, Yayasan Rumah Sakit SKM diputuskan dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.

Dengan putusan tersebut, pihak Yayasan Rumah Sakit SKM lantas mengajukan upaya hukum kasasi ke MA yang salah satu isi permohonannya agar putusan di tingkat pertama ditolak dan memutus Yayasan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit.

Sekitar Agustus 2022, agar proses kasasi ini dapat dikabulkan, WH berinisiatif yang sedari awal menyiapkan sejumlah uang dan kemudian melakukan pendekatan serta berkomunikasi intens dengan meminta MH dan AB selaku PNS pada MA untuk membantu dan memonitor serta mengawal proses kasasi perkara yang Panitera Penggantinya adalah EW.

Sebagai bentuk komitmen tanda jadi, WH diduga memberikan sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp3,7 miliar kepada EW yang menjabat Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti MA yang diterima melalui MH dan AB sebagai perwakilan sekaligus orang kepercayaannya.

“Penyerahan uang dilakukan saat proses kasasi masih berlangsung di MA,” katanya.

Pemberian sejumlah uang tersebut diduga antara lain untuk mempengaruhi isi putusan dan setelah uang diberikan maka putusan kasasi yang diinginkan WH dikabulkan dan isi putusan menyatakan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit.

Tersangka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (dam)

Exit mobile version