INDOPOS.CO.ID – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto mengatakan, pentingnya program Reforma Agraria. Ia menjelaskan, program tersebut bertujuan untuk menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, meningkatkan ketahanan pangan, memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi, serta mengurangi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja.
“Pada awal tahun 2023, Bapak Presiden mengadakan rapat terbatas, khusus untuk membahas Percepatan Capaian Reforma Agraria. Bapak Presiden mengingatkan bahwa masih banyak permasalahan agraria yang harus diselesaikan pada tahun 2022. Dengan begitu, pentingnya peran Reforma Agraria. Mulai awal tahun 2023, perlu dilakukan beberapa percepatan dengan mengurai hambatan-hambatan yang ada. Dengan tetap berhati-hati jangan sampai salah sasaran,” ujar Hadi, saat memberikan pengarahan pada Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Reforma Agraria Tahun 2023, Senin (20/2/2023).
Rakernis melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Penataan Agraria bertemakan “Penataan Agraria sebagai Solusi Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat” ini diselenggarakan secara daring dan luring selama tiga hari, mulai dari 20-22 Februari 2023 di Jakarta.
Hadir dalam Rakernis ini para Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, serta Pejabat Administrator di lingkungan Kementerian ATR/BPN. Selain itu, hadir pula perwakilan dari Kementerian Koordiantor Bidang Perekonomian, Kantor Staf Presiden, serta Kementerian Dalam Negeri.
Hadi juga menjelaskan, salah satu hal yang penting untuk dilakukan dalam kerangka Reforma Agraria saat ini, yaitu bagaimana masyarakat bisa mendapatkan akses untuk memanfaatkan tanah serta akses akan informasi.
“Saya pernah bertemu dengan petani penerima redistribusi tanah, mereka masih menemui permasalahan jika stok pertanian di pasaran meningkat, harga jual menjadi turun. Maka dari itu, melalui program pemberdayaan masyarakat, kita perlu mengedukasi para petani agar dapat melakukan diversifikasi produk dan mengembangkan hasil pertaniannya, misalnya dengan diberikan kemasan yang bagus. Maka dari itu, masyarakat perlu dikenalkan untuk membentuk UMKM dengan dilakukan pembinaan secara berkelanjutan sehingga dapat menghasilkan produk yang berkualitas,” jelasnya.
Hadi berpendapat, terkait akses masyarakat untuk memanfaatkan tanah, kepemilikan hak atas tanah ke depannya akan bergeser kepada peluang pemanfaatan tanah.
“Kita mendorong agar masyarakat yang menempati tanah pemerintah daerah untuk diberikan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL). Konsep tersebut sejalan dengan konsep Distribusi Manfaat, yang mana pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan di atas tanah pemerintah, tanah BUMN, dan tanah-tanah milik pihak lain, yang dilakukan dengan mekanisme kerja sama. Saya berharap konsep Distribusi Manfaat dapat dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia agar dapat memberikan peningkatan ekonomi bagi masyarakat,” imbau Menteri ATR/Kepala BPN.
Lebih lanjut, ia menekankan kolaborasi dan sinergi adalah kunci dari terlaksananya Reforma Agraria.
“Gugus Tugas Reforma Agraria harus dapat menjadi jembatan antara pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait dalam upaya penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Tentunya dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Saya meminta kepada Bidang Partisipasi Masyarakat untuk turut mengawal program Reforma Agraria,” sebut Hadi.
Terpisah, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Penataan Agraria, Andi Tenrisau menerangkan, dalam pelaksanaan Reforma Agraria, Kementerian ATR/BPN sudah merumuskan suatu kebijakan, yakni Penataan Agraria Berkelanjutan.
“Penataan Agraria Berkelanjutan memiliki esensi, yakni bagaimana melakukan pengelolaan sumber-sumber agraria khususnya tanah, dilakukan proses penataan yang baik sehingga tercapai suatu tujuan,” ucapnya.
Andi menuturkan, Penataan Agraria Berkelanjutan dikenal atas empat subsistem, yakni input, pelaksanaan, output, serta feedback.
“Input di sini adalah Kementerian ATR/BPN harus punya data mengenai tata ruangnya. Selain itu, juga harus memiliki struktur penguasaan tanahnya, serta harus memiliki data mengenai sosial ekonomi suatu penduduk di daerah. Kita perlu tahu setiap data tersebut, kemudian setelah itu kita masuk ke fase pelaksanaan,” kata dia. (rmn)