Pembubaran Peribadatan dan Penolakan Tempat Ibadah, Ini Sikap SETARA Institute

Pembubaran Peribadatan dan Penolakan Tempat Ibadah, Ini Sikap SETARA Institute - setara - www.indopos.co.id

Ilustrasi kerukunan antarumat beragama. Foto: Kemenag for INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – SETARA Institute mengecam keras terjadinya kasus pembubaran peribadatan di Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) di Bandar Lampung. Gangguan dan pembubaran atas peribadatan, yang dijamin oleh konstitusi, tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.

Pernyataan tersebut diungkapkan Ketua SETARA Institute Hendardi dalam keterangan, Rabu (22/2/2023). SETARA Institute, dikatakan dia, juga mengapresiasi Polresta Bandar Lampung yang memberikan jaminan keamanan.

Juga, lanjut dia, Pemda yang memberikan izin sementara selama 2 tahun kepada GKKD Bandar Lampung. Sambil mengurus perizinan pendirian rumah ibadah.

“Langkah akomodatif dan fasilitatif semacam ini perlu direplikasi di berbagai kasus penolakan rumah ibadah, peribadatan, dan sarana peribadatan di daerah lain, seperti di Kabupaten Bogor, Kota Cilegon, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Sintang dan Kota Depok,” katanya.

Ia juga meminta pemerintah pusat melakukan langkah progresif sebagai bukti komitmen dalam menegakkan jaminan hak konstitusional warga negara atas kebebasan beragama/berkeyakinan dan kebebasan untuk beribadah. Dengan melakukan revisi peraturan bersama menteri (PBM) 2 menteri, khususnya dengan mencabut syarat administratif dukungan 90 orang Jemaat dan 60 orang di luar Jemaat.

Lalu, perubahan paradigma pengaturan peribadatan dan pendirian rumah ibadah dari pembatasan ke fasilitasi, dan pergeseran peran forum komunikasi umat beragama (FKUB) ke perwujudan dan pemeliharaan kerukunan dengan memperluas fungsi-fungsi kampanye toleransi, penyediaan ruang-ruang perjumpaan lintas agama, serta mitigasi dan resolusi konflik.

“Kami juga mendesak pemerintah agar segera menarik perizinan pendirian tempat ibadah atau rumah ibadah menjadi kewenangan pemerintah pusat, dengan mekanisme yang dipermudah dan disederhanakan di Kemenag,” katanya.

“Sebab urusan agama merupakan kewenangan absolut pemerintah pusat dan tidak didesentralisasikan sebagai urusan pemerintahan daerah,” imbuhnya.

Sebelumnya, gangguan atas peribadatan kelompok minoritas kembali terjadi. Jemaat Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) di Bandar Lampung dibubarkan saat sedang beribadah di dalam gereja, Minggu (19/2/2023) kemarin. Aktor pembubaran adalah Ketua RT, Wawan Kurniawan, dan sejumlah warga setempat.

Peristiwa menyedihkan tersebut menandai berlanjutnya eskalasi gangguan dan penolakan atas peribadatan dan pendirian rumah ibadah. Sebelumnya, di awal tahun ini, terjadi beberapa gangguan, penolakan, pembubaran peribadatan di sejumlah daerah.

Di antaranya penyesatan dan pelarangan aktivitas keagamaan Ahmadiyah oleh Forkopimda Sintang, Kalimantan Barat (26/1), penolakan dan pembubaran ibadah dialami Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Metland Cileungsi, Bogor (5/2), pelarangan beribadah Gereja Protestan Injili Nusantara (GPIN) Filadelfia Bandar Lampung (5/2), dan pelarangan pembangunan sarana peribadatan Ahmadiyah di Parakansalak berdasarkan kesepakatan Bupati dan Forkopimda Sukabumi (2/2).

Padahal, belum lama ini, dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forkopimda pada 17 Januari 2023, di Kabupaten Bogor, Presiden Jokowi mewanti-wanti peserta Rakornas untuk menjamin kebebasan beribadah dan beragama warganya. Presiden Jokowi menegaskan, bahwa kebebasan tersebut dijamin oleh UUD 1945, khususnya Pasal 29 ayat (2). (nas)

Exit mobile version