Terkait Kasus Pengadaan Helikopter, KPK Apresiasi Putusan Majelis Hakim

tersangka-IKS

KPK menetapkan Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway, Direktur PT. Diratama Jaya Mandiri sebagai tersangka kasus pengadaan helikopter, Selasa (24/5/2022). Foto: Dokumen KPK.

INDOPOS.CO.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi dan menghargai putusan majelis hakim dalam perkara terdakwa John Irfan K yang menyatakan perbuatan terdakwa dimaksud terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.

“Putusan tersebut menegaskan bahwa dalam pengadaan Helikopter AW 101 tersebut terbukti menurut hukum ada perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, Kamis (23/2/2023).

“Sekaligus juga menegaskan bahwa pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kembali menerima dan mempertimbangkan soal perhitungan kerugian negara yang dapat dinyatakan dan dihitung oleh penyidik yang dalam hal ini KPK melalui unit Accounting Forensic Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi KPK,” ungkapnya.

Menurut Ali, ini merupakan langkah progresif dalam upaya pemberantasan korupsi utamanya dalam penerapan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor yaitu terkait dengan korupsi dengan tipologi adanya unsur kerugian negara.

“Saat ini tim jaksa KPK menyatakan pikir-pikir selama 7 hari untuk menentukan langkah hukum berikutnya. Kami berharap pengadilan segera mengirimkan salinan putusan lengkap perkara tersebut,” ujarnya.

Untuk diketahui KPK menetapkan tersangka, IKS (Irfan Kurnia Saleh) alias JIK (Jhon Irfan Kenway), Direktur PT DJM (Diratama Jaya Mandiri) dan Pengendali PT. KCG (Karsa Cipta Gemilang) dalam kasus pengadaan helikopter.

Dalam konstruksi perkara dijelaskan bahwa pada sekitar Mei 2015, IKS selaku Direktur PT DJM dan Pengendali PT KCG bersama LP (Lorenzo Pariani) sebagai salah satu pegawai perusahaan AW (AgustaWestland) menemui MS (Mohammad Syafei) yang saat itu masih menjabat selaku Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI Angkatan Udara di wilayah Cilangkap, Jakarta Timur.

Dalam pertemuan tersebut kemudian membahas di antaranya akan dilaksanakannya pengadaan helikopter AW 101 VIP/VVIP TNI AU.

IKS yang juga menjadi salah satu agen AW diduga selanjutnya memberikan proposal harga pada MS dengan mencantumkan harga untuk satu unit helikopter AW-101 senilai US$ 56, 4 juta di mana harga pembelian yang disepakati IKS dengan pihak AW untuk satu unit helikopter AW-101 hanya senilai US$ 39,3 juta (ekuivalen dengan Rp514,5 miliar).

Sekitar November 2015, panitia pengadaan helikopter AW 101 VIP/VVIP TNI AU, mengundang IKS untuk hadir dalam tahap prakualifikasi dengan menunjuk langsung PT. DJM sebagai pemenang proyek dan hal ini tertunda karena adanya arahan pemerintah untuk menunda pengadaan ini karena pertimbangan kondisi ekonomi nasional yang belum mendukung.

Pada tahun 2016, pengadaan helikopter AW 101 VIP / VVIP TNI AU kembali dilanjut dengan nilai kontrak Rp738, 9 miliar dan metode lelang melalui pemilihan khusus yang hanya diikuti oleh 2 perusahaan.

Dalam tahapan lelang ini, panitia lelang diduga tetap melibatkan dan mempercayakan IKS dalam menghitung nilai HPS (Harga Perkiraan Sendiri) kontrak pekerjaan. Harga penawaran yang diajukan IKS masih sama dengan harga penawaran di tahun 2015 senilai US$ 56,4 juta dan disetujui oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

IKS juga diduga sangat aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan FA (Fachri Adamy) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Untuk persyaratan lelang yang hanya mengikutkan 2 perusahaan, IKS diduga menyiapkan dan mengkondisikan 2 perusahaan miliknya mengikuti proses lelang ini dan disetujui oleh PPK.

Untuk proses pembayaran yang diterima IKS diduga telah 100% di mana faktanya ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak di antaranya tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda.

Perbuatan tersangka IKS dimaksud diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.

Akibat perbuatan IKS, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp224 miliar dari nilai kontrak Rp738, 9 miliar. (dam)

Exit mobile version