Oleh: Isna Rahmawati, M.Ling, Alumnus Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro
INDOPOS.CO.ID – Zakat merupakan satu dari lima rukun Islam yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim yang telah memenuhi syarat wajib zakat. Seorang muslim yang hartanya telah mencapai satu nishab memiliki kewajiban untuk menunaikan zakat. Zakat tersebut kemudian disalurkan kepada orang-orang yang berhak mendapatkannya sesuai syariat Islam.
Menurut Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 terdapat delapan golongan yang berhak menerima zakat, antara lain fakir, miskin, amil, mualaf, hamba sahaya, gharim, fisabilillah dan ibnu sabil. Prioritas pendistribusian zakat disesuaikan dengan urutan yang telah tercantum dalam surat At-Taubah ayat 60, dimana golongan yang disebutkan terlebih dulu merupakan golongan yang sangat membutuhkan bantuan zakat.
Merujuk pada pendapat Al Imam Al Nawawi, zakat berasal dari kata zaka yang berarti tumbuh dengan subur. Jika ditinjau dari segi bahasa, zakat memiliki arti al barakatu keberkahan, al nama’ pertumbuhan dan perkembangan, ath-tharatu kesucian, dan as-shalahu baik. Karena terdapat pertumbuhan dan perkembangan harta yang dimiliki, maka zakat menjadi wajib ditunaikan.
Dengan menunaikan zakat terdapat harapan agar memperoleh berkah, membersihkan dan memupuk jiwa dengan berbagai kebaikan. Melalui zakat, keadilan dapat diciptakan dengan memberikan peluang bagi yang memiliki kelebihan harta (muzaki) untuk berbagi kepada mereka yang kekurangan harta (mustahik).
Zakat mendorong terciptanya pemerataan ekonomi masyarakat dimana zakat mampu memperbaiki taraf sosial ekonomi penerimanya, mempersempit kesenjangan sosial dan mempererat solidaritas sosial.
Mengingat peran zakat dalam pengurangan kemiskinan dan kesenjangan sosial, beberapa ahli menyatakan bahwa zakat dapat menjadi salah satu instrumen dalam mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan sebuah agenda global yang ingin mewujudkan kesejahteraan masyarakat baik dalam aspek sosial, ekonomi maupun lingkungan.
Tujuan pembangunan berkelanjutan tercermin dalam tujuh belas agenda yang menjadi prioritas pembangunan yaitu: 1) tanpa kemiskinan; 2) tanpa kelaparan; 3) kehidupan sehat dan sejahtera; 4) pendidikan berkualitas; 5) kesetaraan gender; 6) air bersih dan sanitasi layak; 7) energi bersih dan terjangkau’ 8) pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi; 9) industri, inovasi dan infrastruktur; 10) berkurangnya kesenjangan; 11) kota dan permukiman berkelanjutan; 12) konsumsi dan produksi yang bertanggungjawab; 13) penanganan perubahan iklim; 14) ekosistem laut; 15) ekosistem darat; 16) perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh; 17) kemitraan untuk mencapai tujuan.
Tujuan pembangunan berkelanjutan sejalan dengan nilai-nilai Islam yang harus dijunjung dalam kehidupan masyarakat demi terwujudnya kemaslahatan. Para ulama telah mengkaji beberapa hal yang menjadi tujuan syariah yang tercantum dalam lima tujuan pokok yaitu melindungi keyakinan (hifzh al-iman), kehidupan (hifzh al-nafs), akal (hifzh al-aqal), keturunan (hifzh al-nasl) dan harta (hifzh al-maal). Tujuan-tujuan yang tertuang dalam pembangunan berkelanjutan dapat diklasifikasikan dalam lima kategori tersebut.
Seperti sabda Rasulullah saw dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Na’im bahwa kemiskinan dekat dengan kekufuran. Kemiskinan dan ketidakberdayaan dalam aspek ekonomi dapat mendorong seseorang pada kekufuran, baik dalam arti mengingkari adanya Allah maupun mengingkari perintah dan larangan Allah.
Di sinilah zakat berperan dalam pengentasan kemiskinan melalui distribusi harta sehingga meningkatkan kualitas hidup masyarakat rentan sekaligus perlindungan keyakinan. Penguatan keyakinan ini sejalan dengan tujuan 1, 2, 3, 6, 10 dalam hal kemiskinan, kesehatan, air, kelaparan dan kesenjangan. Zakat yang diterima oleh masyarakat miskin dapat menggerakkan mereka menjangkau sumber-sumber produktif sehingga lebih berdaya dan berdampak pada peningkatan kualitas hidup.
Tujuan pembangunan berkelanjutan juga sesuai dengan perlindungan kehidupan (hifzh al-nafs). Secara etimologi hifzh al-nafs artinya menjaga jiwa, sedangkan secara terminologi hifzh al-nafs berarti mencegah terjadinya hal-hal buruk dan memastikan agar tetap hidup.
Istilah tersebut dapat dimaknai dalam tujuan pembangunan berkelanjutan 2, 3, 6, 8 dan 11, upaya perlindungan kehidupan dapat ditempuh melalui pengentasan kemiskinan, pencegahan kerawanan pangan, peningkatan kesehatan, pekerjaan layak, serta menciptakan lingkungan yang aman dan berkelanjutan.
Zakat berpotensi memberantas kemiskinan yang didalamnya terdapat kelaparan, kerawanan pangan, kesakitan dan sanitasi yang buruk. Pendistribusian harta dari muzaki ke mustahik memampukan para mustahik untuk mencapai kehidupan yang layak melalui kemudahan mengakses sumber makanan yang berkualitas, kesehatan, pendidikan, pekerjaan yang layak dan lingkungan tempat tinggal yang nyaman.
Hifzh al-aqal didefinisikan sebagai perlindungan terhadap pikiran atau akal. Lebih jelasnya, hifzh al-aqal merupakan bentuk aturan, baik itu perintah atau larangan, yang ditetapkan oleh Allah Swt baik dalam Al Quran maupun hadis Nabi Muhammad saw yang bertujuan untuk melindungi akal manusia dari sesuatu yang dapat merusaknya.
Islam sangat menganjurkan pemeluknya agar menggunakan akal pikirannya untuk berbuat baik yang mendatangkan manfaat secara luas. Perlindungan terhadap akal dapat ditemukan dalam tujuan pembangunan berkelanjutan 1, 2, 3, 4 dan 9.
Untuk itu zakat berperan dalam usaha pengentasan kemiskinan, pencegahan kelaparan, peningkatan kesehatan dan kesejahteraan, kualitas pendidikan yang baik untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Menunaikan zakat, selain sebagai implementasi kewajiban seorang muslim juga merupakan wujud nyata pemerataan dan pembangunan sumber daya manusia.
Salah satu keniscayaan dan hukum Islam adalah perlindungan keturunan hifzh al-nasl. Bila ditelusuri lebih jauh, sebenarnya makna hifzh al-nasl sangatlah luas. Adapun beberapa makna hifzh al-nasl antara lain melahirkan generasi baru, menjaga genealogi nasab umat manusia, mengayomi dan mendidik anak.
Di tengah kondisi ketidakpastian global saat ini, perubahan iklim, bencana lingkungan, perang, konflik sosial dan penyebaran penyakit menular dapat mempengaruhi kelangsungan hidup manusia. Keadaan ini diperparah dengan adanya kemiskinan, kelaparan dan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat.
Kondisi ini jika dibiarkan berlarut-larut akan berpengaruh kepada keberlanjutan generasi yang akan datang. Zakat hadir membantu masyarakat mengentaskan diri dari kemiskinan dan kelaparan. Pemanfaatan zakat secara lebih luas dapat mendorong kesejahteraan, perdamaian dan pencegahan ekploitasi lingkungan.
Tujuan perlindungan keturunan secara tidak langsung dapat tercapai melalui pemanfaatan zakat dalam mendorong perbaikan kualitas kehidupan sosial, ekonomi dan lingkungan. Tujuan perlindungan keturunan juga tersirat dalam tujuan pembangunan berkelanjutan 3, 5, 7, 11, 12, 13, 14, 15 dan 16.
Harta menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Bahkan harta mendapat perhatian dalam Islam, salah satunya terkait dengan perlindungan harta (hifzh al-maal). Islam menganjurkan pemeluknya untuk melindungi harta dan mengharamkan cara-cara yang bathil dalam penguasaan harta (QS. Al Baqarah 188). Hifzh al-maal oleh sebagian besar maqasidiyyun kontemporer telah mengalami pergeseran makna menjadi pengembangan ekonomi suatu bangsa.
Melihat perkembangan kehidupan saat ini terlihat bahwa sebagian besar negara-negara muslim mengalami masalah perekonomian dan tertinggal jauh dari negara-negara barat. Dalam hal ini zakat dapat berperan dalam peningkatan perekonomian melalui distribusi harta sehingga terjadi pemerataan ekonomi di masyarakat. Zakat dapat membangkitkan perekonomian di lapisan bawah serta menjadi jaring pengaman sosial.
Zakat dapat digunakan sebagai dana darurat untuk mengakomodasi kebutuhan mendesak dan mengembangkan program jangka panjang untuk kemaslahatan bersama. Tujuan perlindungan harta sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan 1, 3, 8 dan 10.
Zakat menjadi salah satu instrumen untuk mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan, dimana zakat berfungsi mengentaskan kemiskinan, memeratakan pendapatan dan mempersempit kesenjangan sosial. Bagitu pentingnya zakat bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat sehingga perintah menunaikan zakat wajib bagi yang hartanya telah mencapai nishab.
Terdapat kurang lebih tiga puluh ayat dalam Al Quran yang membahas tentang perintah menunaikan zakat, perintah tersebut bersanding dengan perintah mendirikan solat. Kesempurnaan Islam seseorang tercapai setelah ia mengeluarkan sebagian harta yang dimilikinya baik sebagai ibadah wajib (zakat) maupun derma sosial.
Zakat merupakan bukti betapa Islam menaruh perhatian terhadap kesejahteraan bersama. Pengelolaan zakat yang optimal mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan untuk perdamaian dan kemakmuran manusia dan lingkungan baik sekarang maupun di masa yang akan datang.* (arm)