INDOPOS.CO.ID – Pakar Hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Universitas Trisakti, Yenti Ganarsih mengatakan bahwa Green Financial Crime (GFC) dana yang berasal dari hasil kejahatan dapat menjadi ancaman jika digunakan untuk Pemilu 2024 di masa yang akan datang.
Hal ini disebabkan karena pengguna dana yang berasal dari hasil kejahatan tidak dapat diandalkan untuk membuat perubahan jika mereka sudah berkuasa, karena mereka terikat dengan para penyumbang dana yang sumbernya berasal dari kejahatan.
“Ini bahaya sekali. Apapun yang dicanangkan ke depan enggak akan tercapai kecuali keinginan para penyumbang itu. Sementara penyumbangnya adalah hasil kejahatan,” katanya kepada Indopos.co.id, Jumat (24/3/2023).
Menurut Yenti Ganarsih, siapapun yang menggunakan dana hasil kejahatan tidak dapat diandalkan karena mereka menggunakan dana yang diperoleh dari kejahatan. Ia menyebut bahwa dana tersebut termasuk dalam kategori Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Siapa yang dicalonkan bukan berarti mereka yang melakukan kejahatan, mereka disumbang oleh para penjahat yang menyalurkan uang hasil kejahatannya, itu adalah posisi pencucian uangnya,” tegas dia.
Sementara itu, Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo saat dihubungi Indopos.co.id melalui selulernya mengatakan agar menghubungi pihak PPATK.
“Coba langsunh tanyakan ke ppatk aja dula mas,” terangnya.
Dihubungi terpisah, Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ria Tanjung menjelaskan bahwa temuan dana hasil kejahatan dalam lingkup Green Financial Crime (GFC) sebesar Rp 1 triliun telah dialirkan ke partai politik untuk membiayai Pemilu 2024 telah dibahas oleh Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, ia enggan memberikan tanggapan lebih lanjut.
“Maaf mas, Semua kan sudah dijelaskan saat rapat dengan DPR,” singkatnya.(fer)