IDI: RUU Kesehatan Jangan Tergesa-gesa, Masalah Dasar Kesehatan Diperhatikan

idi

Ketua Umum PB IDI, Moh. Adib Khumaidi. (Instagram/@ikatandokterindonesia)

INDOPOS.CO.ID – Ketua Umum PB IDI, Moh. Adib Khumaidi menyoroti beberapa hal yang sangat penting dan harus dipertimbangkan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Kesehatan (RUU Kesehatan).

Menurutnya, RUU harus memperhatikan permasalahan mendasar dalam sistem kesehatan Indonesia, seperti sistem pembiayaan, pelayanan, dan pendidikan kesehatan.

“RUU Kesehatan jangan tergesa-gesa, dan peran organisasi profesi dalam memperjuangkan kepentingan tenaga medis harus tetap diakui,” kata Adib dalam acara daring, Jakarta, Senin (3/4/2023).

Selain itu, jumlah kebutuhan dokter yang masih jauh dari cukup, terutama di daerah-daerah terpencil, serta pentingnya perlindungan hukum dan hak imunitas bagi tenaga medis.

Tanpa adanya perlindungan bagi mereka, dikhawatirkan para tenaga kesehatan akan lebih condong untuk menerapkan praktik kesehatan berbiaya tinggi sebagai bagian dari upaya perlindungan diri sendiri terhadap hukum.

“Padahal dari pemerintah menganjurkan praktik yang efisien. Oleh karena itu, seperti di advokat dan notaris tenaga kesehatan juga harus diberikan perlindungan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat,” cetus Adib.

Melalui RUU Kesehatan, diharapkan dapat tercipta sistem kesehatan yang lebih baik dan menyeluruh untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Hukum Kesehatan, Sundoyo, menyampaikan RUU itu merupakan inisiatif dari DPR dengan metode omnibus law. Karenanya, UU Kesehatan dapat memuat substansi baru, mengubah UU yang mirip, serta mencabut UU yang setara.

“Terdapat 13 UU yang terdampak, di mana 9 UU akan dicabut dan lainnya mengalami perubahan. Hal ini dikarenakan adanya tumpang tindih antara satu UU dengan UU yang lain,” ujar Sundoyo.

Beberapa UU yang akan masuk ke dalam revisi UU Kesehatan yang menggunakan mekanisme omnibus adalah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang g Kebidanan, dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Selain itu, ada pula Undang-Undang 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Serta, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1963 tentang Farmasi dan Undang-Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. (dan)

Exit mobile version