INDOPOS.CO.ID – Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta Singgih Budi Prakoso menyatakan, pidana mati yang dijatuhkan hakim di tingkat pertama secara normatif masih berlaku di Indonesia. Hal tersebut disampaikan saat putusan banding Ferdy Sambo di Pengadilan Tinggi DKI, Rabu (12/4/2023).
“Berkaitan dengan pidana mati yang dijatuhkan majelis hakim atas perkara atas nama terdakwa Ferdy Sambo, pertama, adalah secara normatif hukuman mati masih berlaku sebagai hukum positif di negara Indonesia hingga saat ini,” kata dia, di Jakarta, Rabu (12/4/2023).
Singgih menjelaskan, bahkan hukuman mati masih terdapat di dalam kitab hukum pidana yang baru yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023.
“Walaupun penerapan pidana mati ini dilakukan secara selektif, terutama dalam bobot kejahatan yang dilakuakan baik dari segi modus operandi, mensrea, maupun actus reus,” terangnya.
“Dengan demikian, perbedaan mengenai boleh tidaknya hakim menjatuhkan pidana mati sebenarnya sudah tidak perlu dikemukanan lagi,” tambahnya.
Apalagi Mahkamah Konstitusi (MK) pernah menolak uji meteril yudisial terhadap keberadaan hukuman mati di Indoneisia dan menyatakan, bahwa hukuman mati tidak bertentangan dengan konstitusi.
“Karena UUD 1945 tidak menganut kemutlakan hak asasi manusia sebagai mana dalam putusan MK nomor 2-3/PUU/V/2027,” imbuhnya.
“Hal serupa tentang penolakan uji materiil penghapusan pidana mati juga terdapat pada putusan MK nomor 15 tanggal 18 Juli 2012,” tambah Singgih.
Majelis hakim PT DKI sepakat dengan majelis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan soal putusan hukuman Ferdy Sambo. Ultra petita atau lebih tinggi dari tuntutan dibenarkan dalam dalam hukum pidana.
“Menimbang bahwa dari uraian di atas baik mengenai ultra petita maupun pidana mati, majelis hakim tidak sebanding dengan memori banding penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo dan sebaiknya sependapat dengan apa yang sudah dipertimbangkan atau diputuskan dalam putusan tingkat pertama,” ucap Singgih.(dan)