Tangani Kasus Cabul di Pesantren, Kemenag: Cabut Izin dan Jamin Pendidikan Santri

Waryono-Abdul-Ghofur

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Waryono Abdul Ghofur Foto: Kemenag untuk INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono Abdul Ghofur mengatakan, Kementerian Agama (Kemenag) mendukung penuh proses penegakan hukum. Setiap tindak pidana, siapa pun pelakunya harus ditindak tegas.

“Izin pesantren akan dicabut atas tindakan pencabulan yang dilakukan pimpinan Ponpes,” ujarnya, di Jakarta, Rabu (12/4/2023).

Waryono menyebut, tindakan pidana tersebut, perbuatan tidak terpuji, mencoreng marwah Ponpes secara keseluruhan, dan menyebabkan dampak luar biasa bagi korban.

“Pendampingan terhadap para santri dilakukan untuk memastikan mereka dapat melanjutkan pendidikannya,” katanya.

“Sebab, meski izin pesantrennya dicabut, hak pendidikan para santri harus dilindungi,” tambahnya.

Waryono menjelaskan, pihaknya melakukan koordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (KPPPA) dan pihak kepolisian. Menurutnya, proses pelindungan korban tindak kekerasan pada anak dan perempuan, apalagi tindak kekerasan seksual, perlu melibatkan banyak stakeholders.

“Para pihak perlu memikirkan nasib korban kekerasan. Misalnya, apakah langsung dipulangkan ke orang tua? Lalu bagaimana masa depan pendidikannya? Kalau korban hamil dan punya anak, bagaimana? Kalau korban tidak mau pulang dititipkan ke siapa?” ungkapnya.

“Ini semua harus dipikir. Kita tidak bisa hanya menyelesaikan pelakunya saja, tapi juga perlu dipikirkan nasib korbannya seperti apa. Nah, untuk itu kita libatkan Dinas Sosial,” sambungnya.

Waryono menambahkan, Kemenag juga terus melakukan sejumlah langkah pencegahan dan upaya preventif, agar peristiwa yang sama tidak terulang. Upaya tersebut di antaranya melakukan pembinaan dan sosialisasi pesantren ramah anak.

“Kami punya buku panduan pesantren ramah anak. Ini kami sosialisasikan,” ucapnya.

Waryono menuturkan, pihaknya terus menjalin komunikasi dengan pesantren untuk saling mengingatkan bahwa santri adalah titipan orang tua kepada para kiai, ibu nyai, dan ustaz. Sehingga, santri harus diperlakukan seperti anak sendiri.

“Artinya, santri harus mendapatkan perlindungan dan pembelajaran. Kalau sakit, diobati. (santri) Tidak boleh mendapatkan kekerasan. Ini terus kami komunikasikan dan sosialisasikan,” jelasnya.

Sebelumnya, tindak kekerasan seksual kembali terjadi di pesantren. Pimpinan Pesantren Al-Minhaj di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Wildan Mashuri diduga berbuat cabul terhadap lebih dari 15 santrinya dalam rentang beberapa tahun. Terduga pelaku kini sudah diamankan pihak kepolisian.(nas)

Exit mobile version