Kejagung: Negara Menjamin Rakyat untuk Beribadah

kejagung

Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM-Intelijen) Amir Yanto menerima kunjungan silaturahmi dengan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) KH Chriswanto Santoso. Foto: Humas Puspenkum Kejagung

INDOPOS.CO.ID – Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM-Intelijen) Amir Yanto menerima kunjungan silaturahmi dengan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) KH Chriswanto Santoso.

Dalam pertemuan tersebut, Amir Yanto menegaskan negara menjamin kepastian hukum bagi warganya dalam berserikat dan beribadah.

“Jaminan tersebut merupakan nilai-nilai kebangsaan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, yang tertuang dalam Pasal 28 maupun Pasal 29. Dengan peraturan tersebut, semua warga negara Indonesia mempunyai hak untuk beribadah termasuk LDII,” katanya dalam keterangan, Kamis (13/4/2023).

Menurutnya, LDII merupakan organisasi yang sifatnya terbuka dan siap dikritisi karena terus menjalin silaturahmi dengan berbagai pihak. Oleh sebab itu, JAM-Intelijen mengungkapkan Kejaksaan Agung menilai positif LDII karena telah menerapkan nilai-nilai kebangsaan sebagai program prioritas dari delapan program kerja LDII, dan hal tersebut dapat dijadikan contoh bagi organisasi masyarakat (ormas) lainnya.

Selain itu, Amir Yanto mengungkapkan konsep berpancasila LDII dapat menjadi contoh ormas-ormas lainnya, terutama dalam memandang perbedaan harus tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa.

“Keberagaman itu dipersilahkan, asal jangan membuat keragaman menjadi perbedaan. Kita memiliki NKRI yang harus ditopang dengan Empat Pilar Kebangsaan, dan sebagai warga negara Indonesia harus memahami hal tersebut,” tuturnya

Senada dikatakan, Ketua Umum DPP LDII mengatakan sila pertama Pancasila harus menjadi pondasi sekaligus mewarnai empat sila yang lain. Dengan sila pertama menjadi pondasi, maka Indonesia tidak akan menjadi negara agama. Negara yang plural dengan dominasi agama tertentu bisa melahirkan konflik berkepanjangan.

Dengan memahami semangat dan jiwa yang tergali dari sejarah kelahiran Pancasila, Ketua Umum DPP LDII mengatakan LDII meyakini sila ketiga Pancasila haruslah menjadi bingkai. Jadi apapun agama yang dipeluk, aktualisasi kemanusiaan yang dilakukan, bentuk demokrasi yang dijalankan, dan model keadilan yang diterapkan, harus tetap dalam bingkai persatuan Indonesia atau NKRI.

Menurut Ketua Umum DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Chriswanto Santoso mengatakan Jika Sila Pertama digunakan sebagai landasan ideologi, Sila Ketiga sebagai kerangka konstitusional, dan Sila Kelima sebagai tujuan nasional, maka Sila Kedua dan Keempat menjadi semangat dan strategi untuk mencapai tujuan negara yang kuat dan bersatu.

“Indonesia sebagai negara akan rentan terhadap kehancuran jika tidak memiliki ideologi yang kokoh sebagai dasar, konstitusi yang jelas sebagai kerangka hukum, tujuan nasional yang jelas sebagai panduan, dan semangat kemanusiaan serta persatuan sebagai motivasi,” terangnya.

LDII mengapresiasi Kejaksaan Agung yang telah memfasilitasi warga LDII untuk literasi hukum dalam program Jaksa Masuk Pesantren. Interaksi dan komunikasi antara Kejaksaan Negeri dengan pondok-pondok pesantren LDII sangat luar biasa. Ketua Umum DPP LDII berharap sinergisitas ini bisa terus dijalin dalam sehingga tercipta persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI.

Sementara itu, terkait isu-isu negatif yang dituduhkan kepada LDII, Direktur Sosial Kemasyarakatan (B) pada Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Ricardo Sitinjak menyatakan pihaknya telah melakukan pemetaan dan pendataan, mulai dari LDII di Kediri yang menjadi pusat pendidikan para santri, kemudian ke Solo, Cilacap hingga Manado dan Ternate. Hingga kini, pihaknya belum menemukan bukti terkait isu negatif yang dikabarkan banyak orang.

Ricardo Sitinjak menegaskan masjid adalah tempat beribadah, dan oleh karenanya siapapun bisa beribadah di sana. Sebab hal yang paling penting adalah bagaimana kita melakukan ibadah dengan baik dan benar.

“Yang penting tidak berbicara tentang penodaan agama. Kalaupun ada penodaan agama, bisa dikenakan pasal 156 KUHP, yang bisa diterapkan bersama ancaman pidana dari undang-undang lainnya,” pungkasnya.

DIa juga juga mengatakan umat beragama di Indonesia bebas melaksanakan ibadah dan keyakinannya karena mendapat jaminan dari negara. Meski demikian, ormas juga memiliki kewajiban yakni mentaati peraturan pemerintah dan tidak menyalahkan pihak lain yang dianggap berbeda. (fer)

Exit mobile version