Wamenkumham: KUHP Nasional Bertujuan untuk Atasi Overcrowded

wamenkumham

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej dalam Simposium Nasional "Menuju Paradigma Baru Pemidanaan di Indonesia". Foto: YouTube Humas Ditjenpas

INDOPOS.CO.ID – Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, kehadiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional salah satu visinya ialah mencegah penjatuhan pidana dalam waktu singkat.

Oleh karena itu, ada modifikasi alternatif pidana berupa pidana pengawasan, juga pidana kerja sosial. Ujung-ujungnya semua dikembalikan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

“Karena itu, ketika KUHP itu akan disahkan lalu ada yang mengatakan KUHP itu mengakibatkan over kriminalisasi. Mereka tidak membaca secara detail buku 1 Kitab UU Hukum Pidana,” kata Edward dalam Simposium Nasional “Menuju Paradigma Baru Pemidanaan di Indonesia” Jakarta, Kamis (13/4/2023).

Jumlah pasal RKUHP yang baru itu lebih banyak, tapi dari jumlah pengaturan tindak pidana justru jauh lebih sedikit dari KUHP lama. Di samping itu, regulasi tersebut dinilai dapat mengatasi overcrowded yang memang menjadi permasalahan utama di Lapas.

“KUHP nasional ini bertujuan, untuk mengatasi overcrowded,” ujar Eddy sapaan karibnya.

Sementara Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2022 sebagai penyempurnaan dari Undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.

UU Pemasyarakatan baru ini mempertegas, posisi pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana terpadu dan mempertegas fungsi pemasyarakatan dalam bidang perlakuan terhadap Tahanan, Anak dan Warga Binaan.

“Jadi, kalau kita melihat UU Pemasyarakatan yang lama, kita di Direktorat Jenderal Pemasyarakat itu hanya merupakan pintu akhir, tapi dengan UU Pemasyarakatan yang baru, ini kita sudah terlibat. Mulai pra-ajudikasi, ajudikasi sampai tahap eksekusi,” ucap Eddy.

Sejarah pemasyarakatan di Indonesia terbagi menjadi beberapa periode. Itu ditandai dengan adanya konsep baru yang diajukan Dr. Saharjo berupa konsep hukum nasional sebagai pemikiran baru bahwa tujuan pidana penjara adalah pemasyarakatan.

“Sebetulnya ada perubahan paradigma yang harus kita pahami bersama tahun 1964 itu istilah penjara, bui diganti dengan lembaga pemasyarakat. Suatu konsep luar biasa dari Doktor Saharjo,” terang Eddy.

“Hampir 60 tahun kemudian ini terjadi perubahan paradigma luar biasa, dengan oriestansi pada hukum pidana modern,” tambahnya. Itu ditandai lahirnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana baru. (dan)

Exit mobile version