Rentan Pelecehan, PSI Desak Pemerintah Segera Ratifikasi Konvensi ILO 190

Rentan Pelecehan, PSI Desak Pemerintah Segera Ratifikasi Konvensi ILO 190 - pekerja perempuan - www.indopos.co.id

Ilustrasi pekerja perempuan. Foto: dokumen INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Kasus dugaan pelecehan seksual pekerja kontrak di perusahaan Cikarang, Jawa Barat terus menjadi perbincangan publik belakang ini. Ketua DPP PSI (Partai Solidaritas Indonesia) Kokok Dirgantoro, mengatakan, keamanan dan kenyamanan pekerja perempuan harus menjadi prioritas pemerintah.

“Sudah sejak lama kami di PSI terus mendesak agar pemerintah melakukan ratifikasi konvensi ILO 190 sebagai bentuk komitmen ruang kerja yang bebas kekerasan seksual,” ujar Kokok Dirgantoro di Jakarta, Senin (8/5/2023).

Konvensi ILO 190 berisi rincian rekomendasi kewajiban negara dan pengusaha untuk menyediakan ruang atau dunia kerja yang aman dan inklusif.

“Ratifikasi ini akan membuat banyak regulasi yang membentengi pekerja terutama perempuan pekerja,” katanya.

“Jika terjadi kasus kekerasan seksual di tempat kerja, negara dan perusahaan wajib melindungi korban,” imbuhnya.

Menurut dia, bentuk pelecehan dan kekerasan di tempat kerja sangat banyak. Salah satu yang perlu diwaspadai adalah relasi kuasa. Pemilik usaha, atasan dan pihak lain yang memiliki wewenang di perusahaan dapat melakukan kekerasan seksual dengan relasi kuasa.

“Turunan dari relasi kuasa ini misalnya ajakan pergi berdua hingga berhubungan seksual. Korban ditakut-takuti akan dipersulit kontrak, beban pekerjaan, hingga karir,” terangnya.

“Tak hanya atasan, peers group maupun bawahan juga dapat menjadi pelaku pelecehan. Bisa bersifat verbal, kontak mata bahkan sentuhan,” imbuhnya.

Hal-hal tersebut, dikatakan dia, sangat memperberat langkah pekerja perempuan untuk mencari nafkah dan berkarir. Oleh karena itu, perlu ada keseriusan pemerintah dan dunia usaha untuk melindungi perempuan.

“Pekerja perempuan sangat rentan mengalami potensi gangguan pelecehan dan kekerasan seksual di banyak tempat, seperti jalan raya, transportasi publik, tempat kerja bahkan rumah,” bebernya.

“Perlu ada regulasi untuk melindungi perempuan agar dapat bekerja dan berekspresi dengan leluasa,” imbuhnya. (nas)

Exit mobile version