Gawat! 83,3 Persen Pelajar SMA Anggap Pancasila Bisa Diganti, DPD: Ini Memprihatinkan

bps

Ketua DPD AA LANyalla Mahmud Mattalitti. Foto: DPD RI untuk INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Hasil survei terbaru Setara Institute dan Forum on Indonesian Development (INFID) mencatat 83,3 persen siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) menganggap Pancasila bukan ideologi permanen dan bisa diganti.

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA LANyalla Mahmud Mattalitti menegaskan, hasil survei tersebut tentu sangat memprihatikan.

“Bagi saya, ini adalah salah satu hasil dari perubahan UUD 1945 yang dilakukan di 2002 silam. Sehingga Pancasila sudah tidak lagi terjabarkan sebagai norma hukum tertinggi di dalam Konstitusi bangsa ini. Tentu kondisi ini sangat memprihatikan, ” ungkap LANyalla di Jakarta, Minggu (21/5/2023).

Dia sering mengingatkan, bahwa apa yang dikatakan Ki Hajar Dewantara pada tanggal 31 Agustus 1928 silam bisa benar-benar terjadi. “Dan ini adalah salah satu bukti yang ada di top of mind anak-anak kita, yang notabene adalah generasi penerus pemegang arah perjalanan negara ini,” ungkapnya.

Diketahui, pahlawan Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantoro saat itu mengatakan, “jika anak didik tidak diajarkan wawasan kebangsaan dan nasionalisme, maka bisa jadi di masa mendatang mereka akan menjadi lawan kita”.

Menurut dia, bangsa Indonesia melalui TAP MPR Nomor XVIII/MPR/1998 tanggal 13 November 1998 telah mencabut P4 (Penataran Pedoman, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Karena dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan bernegara.

“Ini adalah awal bangsa ini dipisahkan dari ideologinya. Awal bangsa ini meninggalkan Pancasila sebagai grondslag bangsa. Dan penghancuran memori kolektif sebuah bangsa memang bisa dilakukan tanpa metode perang militer. Tetapi dengan memisahkan generasi bangsa itu dengan ideologinya,” jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut LaNyalla, dirinya mengatakan, bahwa konstitusi hasil perubahan pada masa reformasi itu sudah tidak nyambung lagi antara pembukaan dengan pasal-pasal yang ada. Karena perubahan pada pasal-pasalnya telah mencapai lebih dari 95 persen.

“Dan pasal-pasal yang baru tersebut justru bukan menjabarkan ideologi Pancasila. Tetapi menjabarkan ideologi lain, yaitu ideologi individualisme dan liberalisme,” ujarnya.

“Sehingga wajar Indonesia semakin karut-marut dan ekonominya yang kapitalistik hanya menghasilkan oligarki. Untuk itu kami bersepakat mengembalikan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi, yang terjabarkan melalui Pasal-Pasal di dalam Konstitusi,” imbuhnya. (nas)

Exit mobile version