32 Persen Remaja Mengidap Anemia dan Obesitas, Ini Penyebabnya

Diskusi-literasi-gizi-remaja

Diskusi literasi gizi remaja. Foto: Kemenkes untuk INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Remaja memiliki peran aktif untuk perbaikan gizi remaja. Untuk itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) Indonesia memberikan peningkatan kapasitas literasi gizi pada remaja.

Pernyataan tersebut diungkapkan Kepala Pusat Riset dan Kajian Obat dan Makanan, Kemenkes Ika Purnamasari dalam keterangan, Sabtu (27/5/2023).

Ika menuturkan, program ini bertujuan agar remaja mampu melakukan edukasi dan advokasi label pangan dan gizi.

Remaja Indonesia, menurut dia, mengalami beban gizi ganda atas kelebihan dan kekurangan gizi, termasuk defisiensi mikronutrien. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan ada 6,8 persen remaja usia 13-18 tahun yang kurus, 32 persen remaja usia 15-24 tahun yang anemia dan prevalensi berat badan lebih dan obesitas sebesar 16,0 persen pada remaja usia 13-15 tahun dan 13,5 persen pada remaja usia 16-18 tahun.

“Salah satu faktor penyebab terjadinya trend kenaikan prevalensi berat badan berlebih dan obesitas adalah buruknya pola makan remaja,” ujar Ika.

“Perilaku memilih makanan yang lebih sehat masih rendah di kalangan remaja, termasuk kebiasaan membaca label pangan, terutama informasi gizi untuk memilih pangan kemasan yang lebih bergizi,” tambahnya.

Ika menyebut, data dari Survey Konsumsi Makanan Individu (SKMI) 2014 menunjukkan prevalensi orang Indonesia dalam konsumsi gula garam lemak berdasarkan batas anjuran sesuai permenkes No.30/2013 adalah 5 dari 100 orang menkonsumsi gula >50 g/hari, 53 dari 100 orang mengkonsumsi garam >2.000 mg/hari dan 27 dari 100 orang mengkonsumsi lemak >67 g/hari.

“Untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat khususnya remaja yang sering mengkonsumsi makanan olahan dalam kemasan bisa melalui membaca dan memahami label pangan yang tercantum dalam kemasan pangan,” terangnya.

Ika menjelaskan, label pangan menjadi media informasi yang memuat keterangan mengenai isi kandungan pangan yang bersangkutan. Seharusnya bisa memberikan informasi yang jelas dan benar kepada konsumen terkait asal, keamanan, mutu, kandungan gizi dan keterangan lain yang diperlukan.

“Membaca label pangan olahan akan mempengaruhi keputusan remaja sebelum membeli dan mengkonsumsi pangan olahan,” ungkapnya.

Sebelumnya, kelompok remaja yang tergabung dalam Health Heroes Facilitator (HHF) melatih teman sebayanya yang telah terpilih sebagai agent of change dalam aksi perbaikan peraturan label pangan. Kegiatan yang berlangsung 21 hingga 23 Mei ini untuk mendorong adanya kebijakan dari pemangku kepentingan terkait penyediaan makanan dengan kategori lebih sehat dan lebih rendah kandungan Gula, Garam dan Lemak (GGL).

Lokakarya tersebut merupakan bagian dari rangkaian Kompetisi Ide Remaja Youth Nutritiative oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bekerja sama dengan Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) Indonesia.(nas)

Exit mobile version