Agar Tak Terulang Kasus Rebecca, Ini Pesan Pemerhati Anak ke Remaja Putri

Retno-Listyarti

Retno Listyarti,mantan komisioner KPAI dan Pemerhati Anak dan Pendidikan Indonesia (foto istimewa)

INDOPOS.CO.ID – Publik kembali dihebohkan dengan kasus video syur mirip selebritas Rebecca Klopper (RK). RK sendiri telah melaporkan akun media sosial yang menyebarkan video tersebut ke Bareskrim Mabes Polri. Laporan tersebut tercatat atas nama Rebecca Klopper yang dilakukan pada Senin (22/5/2023) lalu.

RK melaporkan akun Twitter dengan nama @dedekkugem. Akun tersebut dilaporkan atas dugaan pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dokumen elektronik yang memuat kesusilaan.

“Kasus RK seharusnya menjadi momentum bagi semua pihak, terutama para remaja putri untuk memahami kekerasan yang kerap terjadi dalam pacaran, namun tidak disadari karena pelaku selalu mengatasnamakan cinta dan menyalahkan korban sebagai alibi mengapa dia melakukan tindak kekerasan terhadap korban,” ujar Pemerhati Anak dan Pendidikan Retno Listyarti kepada indopos.co.id,Sabtu (27/5/2023).

Mantan komisioner KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) ini mengatakan, kasus seperti yang dialami RK selalu memunculkan hujatan dengan mempersalahkan korban perempuan, dianggap bukan perempuan baik-baik, tidak bisa menjaga diri, suka sama suka dan seterusnya.

“Sampai substansi tindak pidana bahwa si penyebar konten pornografi yang diduga mantan pacar RK dan sudah kerap mengancam RK terlupakan oleh public. RK sudah jadi korban masih dikorbankan juga,” ujar Retno.

Menurut Retno, kekerasan dalam pacaran atau dating violence adalah tindak kekerasan terhadap pasangan yang belum terikat pernikahan meliputi kekerasan fisik, emosional, ekonomi dan pembatasan aktivitas. Kekerasan ini sering terjadi, namun kurang mendapat sorotan sehingga korban maupun pelakuya tidak menyadarinya.

Dikatakan, kekerasan pembatasan aktivitas oleh pasangan banyak menghantui perempuan dalam berpacaran, seperti pasangan terlalu posesif, terlalu mengekang, sering menaruh curiga, selalu mengatur apapun yang dilakukan, hingga mudah marah dan suka mengancam.

“Pemahaman yang terbatas mengenai diri dan relasi mengakibatkan banyak perempuan menganggap pembatasan aktivitas merupakan hal yang wajar, bahkan bentuk kepedulian dan perasaan sayang dari pasangan”, ungkap Retno.

Retno menambahkan, tanda terjadinya kekerasan dalam pacaran yang perlu diketahui remaja adalah, memaksa melakukan hubungan seks, menyatakan bahwa perempuan harus mau berhubungan seks karena sudah diajak nonton/makan/jalan jalan, bersikap cemburu berlebihan termasuk terus menuduh berselingkuh,bersikap sangat mengendalikan.Misalnya, menentukan baju apa yang harus dipakai.

Selain itu, bentuk kekerasan lainnya ialah, melarang bertemu dengan teman teman atau keluarga, atau menuntut mencek HP, email dan media sosial pasangan perempuan, terus menerus mengecek pasangan perempuan dan marah bila tidak dicek,merendahkan pasangan perempuan, termasuk penampilan (Baju, makeup, rambut, berat badan) dll.

“Biasnya kalau sudah sering melakukan beragam kekerasan tersebut, maka pelaku kekerasan dalam pacaran kerap menolak atau membuat pasangan perempuan merasa bersalah kalau meninggalkannya. Kalau korban nekat hendak meninggalkannya, maka pelaku akan mengancam untuk menelepon yang berwajib (polisi, petugas deportasi, pelayanan sosial anak) sebagai cara untuk mengontrol perilaku pasangan,” tandas Retno.

Untuk menghindari terjadinya kekerasan dalam berpacaran, Retno memberikan rekomendasi, bahwa perlu mendorong pemberdayaan remaja melalui keluarga, teman (termasuk teladan seperti guru, pelatih, mentor, dan pimpinan kelompok) untuk mengajak hidup sehat dan menerapkan relasi sehat.

Selain itu, penting untuk memberikan ruang, seperti di komunitas sekolah ataupun tempat ibadah dengan tidak ada toleransi terhadap kekerasan dalam pacaran sebagai norma perilaku, perlu ada pesan yang jelas bahwa memperlakukan orang dengan kekerasan tidak bisa diterima, dan aturan ini perlu ditegakkan untuk menjaga keamanan para siswa.

“Tak kalah penting, memperkenalkan pasangan kepada keluarga untuk menimbulkan rasa sungkan dari pasangan terhadap keluarga, dan pentingnya keterlibatan peran orangtua, serta orang terdekat dalam mengawasi dan menjaga anak, keluarga, teman maupun orang yang kita kenal dari bahaya kekerasan dalam pacaran. (yas)

Exit mobile version