Pemerintah Gencar Lakukan Pengentasan Pemukiman Kumuh Perkotaan

Embun-Sari

Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan (PTPP) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Embun Sari. Footo: Dokumen Kementerian ATR/BPN

INDOPOS.CO.ID – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan (PTPP) gencar melakukan pengentasan permukiman kumuh perkotaan lewat strategi penataan kawasan.

Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan (PTPP) Embun Sari mengatakan, upaya tersebut ditujukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat perkotaan.

“Sudah dicanangkan, sudah digariskan, rencana pembangunan jangka menengah (RPJMN) 2015 (sampai dengan) 2019 bahwa harus direalisasikan lingkungan perkotaan yang layak huni dan bekelanjutan,” kata dia, dalam keterangannya, Selasa (6/6/2023).

Dalam mewujudkan upaya tersebut, pemerintah bersinergi dengan sejumlah pihak. Termasuk menjalakankan Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku). Itu merupakan salah satu upaya strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Tujuannya mempercepat penanganan permukiman kumuh di perkotaan dan mendukung “Gerakan 100-0-100”, yaitu 100 persen akses air minum layak, 0 persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak.

“Dalam hal ini kami dari Kementerian ATR/BPN sejak tahun 2020 itu sudah terlibat secara aktif di program yang disebut National Slum Upgrading Project (NSUP) atau umumnya biasa disebut KOTAKU atau Kota Tanpa Kumuh,” jelas Embun.

“Ini kami bersama-sama tentu saja dengan (Kementerian) PUPR, Bappenas tujuannya menyiapkan kebijakan dan mencari solusi serta menangani pemukiman kumuh di perkotaan,” tambahnya.

Embun mengemukakan, sejumlah kriteria yang disebut dengan pemukiman kumuh. Salah satunya aspek tata ruangnya apakah lokasi itu sudah sejalan dengan pola ruang kawasan pemukiman.

“Jadi bisa dilihat apakah (kawasan itu) di lokasi rawan bencana. Bagaimana kemanan bermukimnya, menguasai tanah dengan alas hak apa? Apakah menguasai tanah milik sendiri atau tanah orang lain?,” sambungnya.

Selain itu, dilihat dari aspek infranstruktur dasar pemukiman apakah akses jalannya memadai.

“Akses ke air bersih layak. Juga dilihat dari aspek kepadatan. Itu disebut lingkungan pemukiman yang tidak layak huni,” bebernya.

Dalam pengentasan pemukiman kumuh perkotaan ada banyak tantangannya. Di antaranya lokasi tempat tinggal dan kurangnya kesadaran dari masyarakat.

“Karena bicara pengentasan pemukiman kumuh ini karena lokasi sudah ada. Masyarakat sadar tidak, tidak layak hidup di lokasi kumuh. Kan banyak masyarakat kita, bahasa anak mudanya “tidak ngaruh”, saya bisa nempati,” ujar Embun.

“Kadang keadaan begini (tidak layak) banyak yang menerima juga. Jadi tidak berpikir ke depan itu bisa lebih baik. Tantangan utamanya dari masyarakat,” lanjutnya.

Apalagi ada regulasi Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 tentang Konsolidasi Tanah.

“Masyarakat yang tinggal di sana kita ajak berkolaborasi, ayo dong kita membangun lingkungan. Itu yang paling utama. Karena inti dari kerangka konsolidasi tanah, inti dari konsolidasi tanah itu peran aktif masyarakat,” imbuhnya.(dan)

Exit mobile version