Nyaman dengan Energi Fosil, DPR: Itu Jadi Kendala Transisi Energi

Nyaman dengan Energi Fosil, DPR: Itu Jadi Kendala Transisi Energi - dpr 1 - www.indopos.co.id

Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti Widya Putri (dua dari kanan). Foto: Nasuha/ INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti Widya Putri mengatakan, perubahan iklim itu belum terjadi dan masalah masa depan itu salah. Karena hari ini masyarakat sudah mengalami itu.

“Permasalahan udara, polusi udara yang sangat amat mempengaruhi aktivitas masyarakat dalam kesehariannya dan kita mulai merasakan efeknya,” ujar Dyah Roro Esti Widya Putri di Senayan, Jakarta, Selasa (13/6/2023).

“Jadi kalau hari ini kita batuk itu indikasi gangguan pernafasan dan ada kaitannya dengan kualitas udara,” imbuhnya.

Kondisi tersebut, menurut legislator Fraksi Golkar ini, pengurangan emisi karbon harus dilakukan dari sektor energi. Sebab, sektor transportasi berkontribusi besar pada emisi karbon dan udara yang kurang baik saat ini.

“Apalagi sektor transportasi ini sumber energinya datang dari sumber yang tidak ramah lingkungan, jadi datang dari energi fosil,” katanya.

“Nah ini kan mayoritas dari energi kita yang masih datang dari sumber yang kurang ramah lingkungan,” imbuhnya.

Ia mengatakan, Komisi VII DPR RI serius melawan isu tersebut. Dengan mencari solusi dari rancangan undang-undang (RUU) energi baru terbarukan. “Kami terus mendorong RUU ini rampung dibahas,” katanya.

“Dari 2020 lalu RUU ini sudah masuk di dalam prolegnas, kemudian melakukan berbagai macam tahap,” imbuhnya.

Ia menyebut, RUU tersebut nanti menjadi payung hukum dalam masa transisi energi. Sebab, pertumbuhan ekonomi tak boleh dibiarkan melupakan lingkungan bersih.

“Selama ini energi ramah lingkungan selalu kalah dengan energi fosil yang jauh lebih kompetitif dari segi harga juga lebih kompetitif, lebih murah. Jadi kami memandang bahwa kayaknya butuh payung hukum untuk membantu mempercepat proses transisinya,” ungkapnya.

“Dari segi nilai tambahnya itu banyak sebetulnya, tapi karena negara Indonesia terlalu nyaman dengan situasi saat ini dan kurang ada greget untuk kemudian berubah, ini menjadi kendala,” imbuhnya. (nas)

Exit mobile version