INDOPOS.CO.ID – Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam pidato politiknya mengatakan demokrasi di era pemerintahan Jokowi tengah mengalami kemunduran, khususnya dalam hal kebebasan berbicara.
Menurutnya, rakyat saat ini takut berbicara karena khawatir ‘diserang’ balik. “Kini, rakyat takut bicara. Kalangan elite dan golongan menengah, juga enggan bicara, karena khawatir bakal ‘diserang’ secara membabi buta,” kata AHY dalam pidato politiknya yang disiarkan secara langsung melalui YouTube Partai Demokrat yanbjua disiarkan di sejumlah stasiun TV swasta. Jumat (14/7/2023) malam.
AHY mengatakan kini oposisi politik dianggap sebagai musuh negara. Ia juga mempertanyakan netralitas negara. Menurutnya, banyak yang bertanya soal niat cawe-cawe pemimpin negara dalam Pemilu 2024.
“Lawan politik penguasa, diidentikkan sebagai musuh negara. Netralitas dan independensi kekuasaan negara, dipertanyakan. Tentu banyak yang bertanya, ketika ada niat cawe-cawe pemimpin negeri dalam Pemilu 2024 mendatang,” ujarnya.
AHY mengaku khawatir apabila kemunduran demokrasi terus terjadi. Ia pun menyinggung sejumlah peristiwa besar yang pernah terjadi di Indonesia di masa lalu.
“Jangan terulang prahara besar, seperti tahun 1965-1966; dan tahun 1998-1999 dulu. Jangan kita lukai perasaan rakyat, agar mereka tidak menempuh caranya sendiri, dalam memperjuangkan keadilan dan hak politiknya,” katanya.
AHY pada awal pidatonya juga menjelaskan alasan mengusung agenda perubahan. Dia menjelaskan bahwa agenda perubahan tak serta merta menihilkan prestasi pemerintahan yang telah dirintis sejak Presiden Sukarno hingga Joko Widodo.
“Sebaliknya kami justru menyampaikan penghargaan kepada pemerintah atas semua kerja kerasnya. Kami yakin presiden Jokowi dan pemerintahannya ingin berbuat yang terbaik,” kata dia.
“Kami mendoakan kelak Presiden Jokowi, bisa mengakhiri masa baktinya dengan baik,” sambungnya.
Tidak hanya persoalan kemunduran demokrasi, dalam pidato politiknya ini, AHY juga menkritisi lemahnya pertmbuhan ekonomi dan meroketnya utang, serta kebijakan para menteri di pemerintahan Jokowi yang memiliki konflik kepentingan dalam bisnisnya. (dil)