Pakar Inovasi: Pertarungan AMDK bak David vs Goliath

inovasi

Tangkapan layar Indrawan Nugroho dalam kanal Youtube-nya. Foto: YouTube Indrawan Nugroho

INDOPOS.CO.ID – Pasar air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia sendiri sangat masif. Data dari Statista menerangkan, nilai pasar AMDK Indonesia di tahun 2022 mencapai USD10,24 miliar atau Rp152 triliun di 2022 alias kelima terbesar di dunia. Statista juga meramal angka ini masih terus bertumbuh 26,5 persen dalam lima tahun ke depan menjadi USD12,95 miliar.

Konsultan manajemen dan inovasi kenamaan, Indrawan Nugroho menyebut terdapat 900 perusahaan AMDK di Indonesia dengan 2 ribu merek yang menggarap pasar. Berbagai merek AMDK pun menggunakan jurus masing-masing untuk merebut hati dan dompet masyarakat Indonesia. Seperti Le Minerale yang disebut Indrawan menggunakan strategi pemasaran edukatif yang menekankan benefit air mineralnya yang mengandung unsur mineral baik. Sementara Cleo mengibarkan pesan airnya mengandung oksigen murni yang seimbang sehingga menyegarkan.

Jurus diferensiasi produk pun dilancarkan masing-masing merek. Seperti Le Minerale dan Cleo yang mengusung kemasan gallon PET yang bebas Bisphenol A (BPA), zat karsinogenik yang berbahaya jika masuk ke dalam tubuh manusia. Diferensiasi ini rupanya membuat pusing pemimpin pasar, Aqua yang galonnya berbahan polikarbonat dan mengandung BPA.

Indrawan Nugroho dalam kanal Youtube-nya dengan nama yang sama mengulas persaingan bisnis di industri yang bernilai triliunan rupiah tersebut dan menyebutnya, bak perjuangan David versus (vs) Goliath, merujuk pada kisah legendaris di masa lampau yang menggambarkan pihak kecil, lemah dan tak diperhitungkan justru mampu mengalahkan musuhnya yang jauh lebih besar, kuat dan berpengalaman.

Kisah tersebut belakangan menimbulkan David vs Goliath moment di berbagai bidang, termasuk bisnis. Misalnya, ketika merek baru hadir di pasar dan sukses merebut pangsa pasar pesaing lama, ini pun disebut momen David vs Goliath.

Sementara itu, Dosen Periklanan Universitas Muhamadiyah Jakarta Agus Hermanto menjelaskan, merek-merek AMDK baru seperti Le Minerale rupanya sangat aktif berkomunikasi alias branding. Tak hanya ke pengguna, tapi Le Minerale aktif menggenjot brandingnya hingga ke berbagai level saluran distribusi.

Agus memaparkan, dalam strategi branding selain visi, dan misi, perlu juga eksistensi berkomunikasi ke pasar. Sebagai produsen, promosinya pun tak hanya ke masyarakat, tapi juga pasar jaringan distribusi yakni pedagang kecil, besar, wholesaler. Aqua dinilai kurang aktif menggarap jaringan distribusi.

“Karena dia merasa sudah raja, malah jadi kecolongan. Nah kelemahan itu yang dimanfaatkan oleh Le Minerale dengan memberikan insentif yang lebih menarik ke jaringan distribusinya, sehingga mereka lebih tertarik memasarkan Le Minerale,“ jelasnya.

Melihat kelemahan pesaingnya, Le Minerale pun aktif berkomunikasi dengan memberikan manfaat lebih ke para distributornya hingga ke level terbawah, para pedagang kaki lima yang menjual langsung air minum ke konsumen. Salah satu contohnya seperti yang dilakukan di Kota Bogor oleh Mayora, induk Le Minerale yang aktif menggelar program corporate social responsibility (CSR) dengan membangun fasilitas foodcourt untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) secara cuma-cuma di berbagai lokasi dengan bekerja sama dengan Pemerintah Kota Bogor.

Setelah selesai dibangun, foodcourt itu lantas diserahkan secara gratis dan dikelola oleh koperasi pedagang foodcourt tersebut, tanpa ada biaya pembangunan sama sekali yang dipungut kepada pedagang foodcourt.
Sehingga kawasan UMKM pedagang kaki lima yang tadinya terlihat kurang layak menjadi sangat indah dan nyaman seperti terlihat di Foodcourt Sempur dan di Foodcourt Bogor Creative Center, keduanya di Kota Bogor.

Agus menerangkan, CSR membangun foodcourt yang dilakukan Mayora atau Le Minerale sebenarnya strategi lazim dalam marketing public relation, yakni trade promotion.

“Dengan program CSR, Mayora atau Le Minerale membangun foodcourt gratis untuk pedagang kaki lima. Sebagai apresiasi timbal balik telah dibuatkan foodcoourt yang nyaman secara gratis, pedagang mengutamakan menjual produk Mayora atau Le Minerale di sana. Itu lazim dan etis, kok. Kalau pesaingnya seperti Aqua mau meniru CSR-nya, ya silakan saja,” tuturnya.

Dengan demikian Aqua telah terbuai dengan kesuksesannya sendiri sehingga menjadi lengah menggarap saluran distribusi sampai ke kaki lima.

“Kalau dianalisis dari marketing mix tradisional memakai konsep 4P, product, price, place, promotion, Aqua sudah menguasai 3 yang pertama. Yang masalah, yang keempat, promotionnya kalau kita amati sepertinya Aqua agak berkurang beberapa waktu lalu. Tidak hanya ke konsumen, tapi juga ke jaringan distributornya,” terangnya.

Namun yang disayangkan, ternyata praktik persaingan bisnis AMDK Indonesia juga diwarnai praktik jahat hingga keluar keputusan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang memvonis AMDK dan distributor besarnya bersalah dan divonis denda sebesar Rp13,8 miliar dan distributornya Rp6,2 miliar. Mereka terbukti melakukan praktik monopoli usaha.

Keputusan ini belakangan dikuatkan Mahkamah Agung (MA).

“Kabul kasasi, batal putusan judex factie dan MA mengadili sendiri dengan menguatkan putusan KPPU. Sebelumnya, pertempuran bisnis air minum dalam kemasan (AMDK) rupanya menarik perhatian berbagai pakar bisnis untuk turut memberikan analisisnya,” ucapnya.(nas)

Exit mobile version