Defisit Rp11 Triliun di 2025, BPJS Watch: Kenaikan Iuran Berpotensi Ditolak Masyarakat

KIS

Ilustrasi-Kartu BPJS Kesehatan. (Dok. Indopos.co.id)

INDOPOS.CO.ID – Pemerintah merencanakan menaikkan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada pertengahan Juli 2025 mendatang. Hal ini karena ada potensi defisit sebesar Rp11 Triliun.

Apalagi kenaikan iuran JKN terakhir terjadi di 2020 lalu dengan lahirnya Perpres nomor 64 Tahun 2020. Namun hingga saat ini tidak ada lagi kenaikan iuran walaupun selama 2 tahun terakhir inflasi cukup tinggi. Dan sejak 2023 awal ada peningkatan nilai Kapitasi dan INA CBGs serta penambahan manfaat skrining.

“Sensitivitas kenaikan iuran JKN ini mirip dengan kenaikan harga BBM yang berpotensi mendapat penolakan dari masyarakat,” kata Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar melalui gawai, Sabtu (22/7/2023).

Ia menilai kenaikan iuran JKN tersebut bersifat politis, apalagi menjelang Pemilu 2024. Menurut dia, tidak adanya kenaikan iuran tetapi pembiayaan JKN naik akan berdampak pada kemampuan pembiayaan JKN. Karena pendapatan dikontribusi 97,28 persen dari pendapatan iuran.

“Ini harus diantisipasi pemerintah dan BPJS kesehatan, agar pembiayaan JKN tidak kembali mengalami defisit,” jelasnya.

Ia menyebut, aset bersih DJS JKN per akhir 2022 sebesar Rp56,51 Triliun. Aset bersih tersebut berpotensi digunakan untuk menutupi peningkatan biaya kesehatan JKN di 2023 hingga 2025.

“Kemampuan aset bersih untuk mengatasi peningkatan pembiayaan JKN ini juga sangat terbatas,” ungkapnya.

Dalam kondisi seperti ini saya mendorong agar BPJS Kesehatan dan Pemerintah mendukung peningkatan pendapatan iuran dengan memastikan seluruh rakyat Indonesia terdaftar dan membayar iuran JKN.

“Instruksi Presiden no. 1 Tahun 2022 harus dievaluasi pelaksanaannya oleh Presiden sehingga 30 Kementerian/ Lembaga dan seluruh Pemda benar-benar mendukung optimalisasi pelaksanaan JKN khususnya masalah kepesertaan JKN,” imbuhnya.(nas)

Exit mobile version