INDOPOS.CO.ID – Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengungkapkan bahwa pihaknya akan memberikan perhatian khusus pada beberapa wilayah di luar negeri yang rawan kecurangan menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Hal itu, menurut Bagja, mengacu pada pengalaman di Pemilu 2019.
“Ada beberapa wilayah luar negeri yang jadi perhatian khusus Bawaslu. Pertama daerah yang potensial rawan (kecurangan), yakni Kuala Lumpur,” ujar Bagja dalam Launching Pemetaan Kerawanan Pemilu Serentak 2024: Isu Strategis Penyelenggaraan Pemilu di Luar Negeri’ di Jakarta, Kamis (3/8/2023).
Ia mengatakan wilayah pertama adalah Kuala Lumpur, Malaysia dengan jumlah pemilih terbanyak.
“Wilayah ini pernah terindikasi kecurangan, sebab Bawaslu pernah meminta pemberhentian Deputy Chief in Mission (DCM) yang pada saat itu menjadi panitia pengawas luar negeri karena ada indikasi melanggar aturan. Orang tersebut akhirnya diberhentikan,” katanya.
Tidak hanya Kuala Lumpur, Bagja juga menyebut beberapa wilayah negara lainnya seperti Jeddah, Hong Kong karena antrean pemilih yang panjang. Bagja juga mengatakan pelaksanaan Pemilu di Kota Sydney, Australia juga tercatat pernah bermasalah.
“Ada beberapa wilayah, yang paling agak bermasalah memang Kuala Lumpur pada saat itu. Jadi kami minta kepada KPU, terhadap panitia pemilihan luar negeri (PPLN) yang hadir di sana untuk bisa mengawasi dengan baik,” katanya.
“Untuk wilayah Sydney karena ada WNA yang berkebangsaan Indonesia. WNA itu ikut antrean di wilayah TPS hingga membuat gaduh. Jadi, itulah yang membuat Sydney gaduh, kami harapkan permasalahan seperti itu bisa diredusir dan tidak menjadi persoalan ke depan,” tambah dia.
Bagja pun memgunhkapkan sejumlah indikasi kecurangan yang harus diwaspadai.
Salah satu masalah yang ada saat menggelar pencoblosan di luar negeri adalah kasus pencoblosan ganda.
Menurut Bagja, hal ini terjdi karena WNI yang ada di luar negeri memang difasilitasi untuk bisa memilih lewat pos atau di TPS. Mereka yang sudah memilih via pos, berpotensi memilih ulang di TPS.
“Saya pernah jadi pemilih luar negeri di 2009. Kedubes tempat dapat makanan murah Indonesia, jadi banyak yang berlomba ke TPS. Sebenernya surat pos udah ada. Nah itu saya masih bisa milih di TPS kalau nakal,” ungkap Bagja yang mengaku memilih di luar negeri saat menjadi mahasiswa di Belanda.
Selain itu, pria kelahiran Medan ini juga menyoroti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65 yang memperbolehkan kampanye di lembaga pendidikan.
Bagja mendorong agar hal ini diatur lebih rinci lewat revisi PKPU terkait kampanye. Hal ini terutama untuk pelaksanaan pemilu di luar negeri.
Nah, nanti ada hubungannya dengan Pemilu luar negeri, pertanyaannya KBRI boleh atau tidak, nanti di KPU yang memutuskan. Kalau seandainya KBRI bisa, bagaimana nanti pengaturannya. Ini juga akan menjadi persoalan dalam revisi PKPU,” kata Bagja.
Turut hadir dalam acara, Komisioner KPU Affifudin mengatakan, ada 1,5 juta pemilih Indonesia di luar negeri yang tersebar di 128 negara.
Kerawanan penyelenggaran pemilu di luar negeri tersebut diungkap lebih jelas dalam pemetaan yang dirilis Bawaslu siang ini. Turut hadir dalam acara, para Panwaslu luar negeri melalui zoom.(dil)