INDOPOS.CO.ID – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Puan Maharani menilai penghapusan skripsi sebagai syarat kelulusan bagi mahasiswa tingkat Strata 1 (S1) merupakan bentuk kemerdekaan dalam belajar.
Ia pun meminta penguruan tinggi (PT) menciptakan terobosan yang bisa membuka sekaligus menyalurkan potensi, minat, dan bakat mahasiswa.
“Persyaratan skripsi menjadi beban yang berat dan terkadang membatasi eksplorasi ilmu dan minat akademik mahasiswa. Diperlukan suatu terobosan yang bisa menyalurkan bakat dan minat, sehingga mudah diserap di dalam dunia pekerjaan,” kata Puan melalui keterangan tertulis kepada wartawan di Jakarta, Rabu (6/9/2023).
Sebagaimana diketahui, skripsi sudah tidak menjadi syarat kelulusan bagi mahasiswa S1. Aturan tersebut tertuang dalam Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Sebagai gantinya, Pemerintah mengusulkan tugas akhir bisa berbentuk prototipe atau proyek.
Selain itu, mahasiswa S2 dan S3 kini juga tidak dibebankan membuat tesis dan disertasi sebagai syarat kelulusan. Namun keputusan itu diserahkan sepenuhnya kepada perguruan tinggi di mana tempat mahasiswa menimba ilmu.
“Ini adalah bentuk kemerdekaan dalam belajar, sehingga mahasiswa bebas menentukan arah kelulusan mereka tanpa harus berpatokan dengan sistem yang ada. Mahasiswa akan merasa lebih tertantang, saat mereka diberi keleluasaan dalam menentukan masa depan mereka,” ungkap politisi Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut.
Dengan pendekatan yang mendorong eksplorasi, kreativitas, dan pemecahan masalah mandiri, Puan berharap para mahasiswa memiliki kontrol atas proses pembelajarannya yang dapat meningkatkan motivasi dan output belajar.
“Pendidikan tinggi harus responsif terhadap perkembangan zaman. Mungkin ada perguruan tinggi yang mempertimbangkan fleksibilitas dalam syarat kelulusan sebagai langkah untuk mengakomodasi perkembangan terbaru dalam dunia kerja dan teknologi,” pungkasnya.
Meski begitu, dirinya mengingatkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) perlu mempersiapkan mekanisme pengawasan yang efektif dalam penerapan metode syarat kelulusan di tiap perguruan tinggi. Sistem tersebut, sebutnya, dibutuhkan demi menjaga kualitas lulusan pendidikan tinggi.
Walaupun begitu, ia menegaskan Kemendikbudristek harus mencegah ketidaksetaraan dalam pendidikan. Pasalnya, setiap kampus memiliki persyaratan yang berbeda dalam menentukan kelayakan lulusan kampus.
Maka, Puan menegaskan Kemendikbudristek beserta perguruan tinggi agar bersinergi dalam mengembangkan aturan dan mekanisme yang tepat. Hal ini vital agar setiap lulusan perguruan tinggi memiliki dasar pengetahuan dan keterampilan yang setara yang siap memasuki dunia kerja yang kompetitif.
“Dengan cara ini, kita dapat menjaga standar kualitas pendidikan tinggi yang tinggi di Indonesia, sambil memungkinkan fleksibilitas yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dan perkembangan terbaru dalam dunia pendidikan dan pekerjaan,” urainya.
Puan juga mendorong terciptanya pengawasan yang ketat dari Kemendikbudristek guna mengatasi risiko dan memastikan bahwa fleksibilitas dalam penentuan syarat kelulusan tidak mengorbankan kualitas pendidikan.
“Pemerintah harus melaksanakan audit rutin di perguruan tinggi untuk memastikan syarat kelulusan yang beragam tetap memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan,” ucapnya.
Menutup pernyataanya, perempuan pertama yang menjadi Ketua DPR itu berharap Pemerintah Indonesia harus meningkatkan keterampilan dan pengetahuan para dosen. Adanya dukungan dosen yang mumpuni, diharapkan dapat mewujudkan tujuan dari kebijakan tersebut dengan sebaik-baiknya.
“Mahasiswa memiliki berbagai minat, bakat, dan tujuan. Beberapa mungkin lebih cocok dengan tugas akhir berbasis riset seperti skripsi, sementara yang lain mungkin lebih baik menggabungkan magang atau proyek praktis dalam syarat kelulusan mereka. Saat itu, peran dosen sangat diperlukan,” tutup Puan. (dil)