INDOPOS.CO.ID – Universitas Darunnajah (UDN) menggelar sarasehan akademisi Darunnajah di Aula Ibn Rusyd Pesantren Darunnajah Jakarta pada Sabtu (9/9/2023).
Acara yang bertema ‘Relevansi Universitas berbasis Pesantren di Era Society 5.0: Mencari distingsi dan desain ideal Universitas Darunnajah’ ini dibuka Presiden UDN Dr. KH. Sofwan Manaf, M.Si dan KH. Hadiyanto Arif, SH, M.Bs.
Sofwan menjelaskan terkait sejarah pendirian Darunnajah dan peran penting hijrah dalam pengembangan institusi pendidikan. Ia mencontohkan beberapa kampus yang hijrah dan berkembang, di antaranya Universitas Indonesia (UI) dari Salemba ke Depok dan Darunnajah dari Palmerah ke Ulujami.
Sofwan menceritakan, saat Kiai Mahrus Amin berkunjung ke Amerika Serikat, ia sempat berkirim surat kepada Kiai Abdul Manaf Mukhayyar bahwa universitas di Amerika rata-rata luasnya 100 hektare. Sementara Darunnajah hanya 4,5 hektare.
“Tentu membutuhkan lahan yang luas untuk pengembangan pesantren beserta universitas di dalamnya. Kita berharap Darunnajah dapat menjadi rumah bagi semuanya,” harap Sofwan.
Sementara itu, Hadiyanto menambahkan, UDN lahir dari ‘rahim pesantren’ dan merupakan hasil perjuangan dan kerja keras dari para pendahulu.
“Pondok Pesantren Darunnajah adalah cita-cita besar dan keikhlasan dari para pendiri dan wakaf,” katanya.
Hadiyanto bercerita, kunjungannya bersama Rektor Universitas Darussalam Gontor (Unida) Prof. Dr. KH. Hamid Fahmy Zarkasyi dan rombongan ke Universitas Oxford. Di sini pihaknya mendapatkan pengakuan dari kampus tersebut bahwa mereka belajar dari Universitas Al Azhar Mesir yang berbasis pada dana abadi atau wakaf.
“Kita berharap Universitas Darunnajah terus maju tanpa kehilangan identitasnya untuk membumikan Al Quran dan tauhid,” harapnya.
Rektor UDN, Dr. Much Hasan Darojat menjelaskan, staf UDN rata-rata berusia di bawah 50 tahun agar bisa cepat dalam mengembangkan universias. Ia juga menjelaskan visi UDN untuk menjadi pusat pengembangan keilmuan, manajemen, teknologi dan kewirausahaan berbasis pesantren wakaf.
“Universitas Darunnajah adalah sintesa dari Universitas Al Azhar, Universitas Darussalam Gontor dan Universitas Harvard,” sebutnya.
Kemudian, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Jakarta, Prof. Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si dalam materinya di acara itu menjelaskan tentang peran pentingnya dosen berkontribusi pada ilmu pengetahuan melalui artikel jurnal.
“Satu kali tulisan kita dimuat di jurnal bereputasi, itu akan disitasi, bahkan diminta oleh berbagai jurnal untuk jadi reviewer dan kolaborasi menulis,” jelasnya.

Kemudian, Dosen Antropologi Universitas Khairun Ternate, Yanuardi Syukur menjelaskan empat hal, yang dimulai dari krisis multidimensi atau polikrisis global yang melanda dunia, merujuk pada rilis World Economic Forum (WEF) awal 2023 seperti perang, krisis ekonomi, kemiskinan dan lain sebagainya.
Krisis tersebut menurutnya berpengaruh tidak hanya pada dunia, tapi juga untuk semuanya. Untuk itu, ia berpandangan lulusan UDN harus bisa menjawab berbagai krisis yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
“Saya yakin universitas berbasis pesantren dan wakaf sangat prospektif, sebab berbagai kampus besar di dunia juga basisnya pada komunitas keagamaan dan wakaf,” tuturnya.
Pembicara selanjutnya, Wakil Rektor IV Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr. Septa Candra, SH, MH yang berpandangan bahwa UDN perlu memiliki ciri khas yang membedakannya dengan universitas Islam lain. Ia mengusulkan agar tridharma perguruan tinggi UDN dapat ditambahkan dengan dharma keempat, yakni kepesantrenan.
“UDN juga perlu memiliki branding sebagai ‘entrepreneur university’, mengingat prodi kewirausahaan juga ada di dalamnya,” kata Septa.
Terakhir, Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Titi Farhana, Ph.D membeberkan tiga hal penting yang perlu seiring dan seirama dalam manajemen universitas, yakni ilmu, uang dan teknologi.
Titi mencotohkan bagaimana kampus di Singapura seperti Asia Research Institute (ARI) di kampus National University of Singapore, Nanyang Technological University (NTU) dan ISEAS–Yusof Ishak Institute, sebuah lembaga penelitian di bawah Kementerian Pendidikan di Singapura berkembang begitu pesat.
“Kita perlu belajar dari mereka untuk pengembangan Universitas Darunnajah,” tuturnya.
Adapun sarasehan ini mendapatkan apresiasi dari berbagai peserta dan alumni Darunnajah, di antaranya Guru besar UIN Salatiga dan juga pembina Asosiasi Penulis Darunnajah, Prof. M. Irfan Helmy. (rmn)