INDOPOS.CO.ID – Transformasi digital di Indonesia dipandang belum mampu melahirkan ekonomi baru dan hanya menggantikan ekonomi lama. Hal ini terjadi karena transformasi digital di Indonesia hanya tumbuh pesat di sisi hilir, tetapi masih lemah di sisi produksi. Jadi hanya menambah faktor pembagi kue ekonomi.
Buktinya, di e-commerce atau lokapasar semakin banyak pedagang baru bermuncul. Namun, pegadang ini tidak menjajakan barang hasil produksinya sendiri. Mereka murni berjualan barang hasil produksi orang lain. Imbasnya, ada pedagang yang omzetnya melesat, namun ada pula yang tergerus bahkan mati.
Kondisi ini semakin diperparah lantaran muncul pedagang yang menjajakan produk impor. “Banjir produk impor murah yang dijual secara dumping di halaman depan telah membuat produk lokal sekarat. Apabila produksi kita hancur, pengangguran pasti meningkat dan berimbas pada turunnya daya beli dan menyebabkan pasar lesu. Padahal 97% lapangan kerja disediakan UMKM,” ucap Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki dalam keterangan resminya.
Transformasi digital di sisi produksi bisa digenjot jika UMKM punya data yang holistik, salah satunya bisa memahami selera pasar dalam marketplace. “Data is a new oil, new currency. Di era teknologi saat ini, penguasa data lah yang akan mengambil manfaat terbesar,” pungkas dia.
Sayangnya, data-data tersebut dikuasai oleh platform end to end global, mulai dari jejaring sosial, perdagangan, streaming, hiburan dan pembayaran. Karena punya data yang valid, platform end to end ini global ini bisa dengan mudah mengelola, mengarahkan algoritma yang lebih menguntungkan produk tertentu dan mendorong pengguna untuk berbelanja secara impulsif.
“Akan sulit berharap UMKM kita dapat memahami secara utuh info selera pasar dalam marketplace, karena tidak adanya informasi yang diberikan dan bimbingan khusus terkait hal tersebut. Tidak cukup bagi UMKM kita mampu dapat bertahan, tumbuh berkelanjutan apabila hanya diberikan pelatihan cara berjualan di online,” jelas Teten.
Meski UMKM masih punya keterbatasan, namun pemerintah dan seluruh masyarakat tak boleh tinggal diam. Karena menciptakan ekonomi baru dengan inisiatif eksplorasi digitalisasi di sisi hulu sudah sangat urgent dilakukan. Seperti riset penggunaan Internet of Things (IoT) dipengembangan komoditas unggulan domestik untuk memperkuat strategi hilirisasi atau implementasi blockchain di sektor pertanian.
Riset penggunaan IoT di pengembangan komoditas unggulan domestik untuk memperkuat strategi hilirisasi salah satunya sudah berhasil dilakukan oleh startup perikanan e-Fishery, sementara implementasi blockchain di sektor pertanian juga sudah berhasil dilakukan Hara, mereka memulai dari pendataan aset petani, akses pembiayaan sampai dengan distribusi pupuk.
“Ekonomi digital untuk UMKM bukan hanya sekedar onboard di lokapasar, membuat pelatihan dan lomba. Transformasi digital memang suatu keharusan. Hanya perlu dinavigasi dengan benar agar disrupsinya lebih moderat. Itu yang menjadi tugas regulator,” tutup Teten. (adv)