INDOPOS.CO.ID – Ketua DPR RI Puan Maharani mendesak adanya inovasi dari Pemerintah untuk mengambil langkah-langkah konkret dalam mewujudkan sekolah ramah anak di Indonesia.
Hal itu, menurut Puan, terkait banyaknya kasus perundungan dan yang terbaru adalah seorang anak siswa SD yang buta karena ditusuk dengan tusukan sate oleh kakak kelasnya.
“Pemerintah harus memberi panduan yang tegas bagi pihak sekolah dalam mengantisipasi, mengawasi, dan mengatasi tindak-tindak perundungan. Termasuk panduan baku tentang bagaimana cara mengurangi peristiwa bullying di lingkungan sekolah, dengan mengadakan kegiatan dan program yang mendorong kerjasama, persahabatan, dan pemahaman antar siswa agar sekolah menjadi tempat yang nyaman untuk anak,” kata Puan dalam pernyataan persnya di Jakarta, Rabu (20/9/2023).
Pihak sekolah pun diingatkan untuk memiliki kebijakan zero toleransi terhadap perundungan. Puan menilai, langkah ini harus jelas dan diterapkan secara konsisten kepada siswa, staf sekolah dan orang tua agar semua pihak mengetahui bahwa bullying tidak akan ditoleransi.
“Pemerintah juga perlu memberikan edukasi kepada guru dan staf sekolah yang mencakup pelatihan keterampilan komunikasi, seminar tentang keberagaman, dan kampanye anti perundungan, serta pedomanan yang jelas apa yang harus dilakukan saat terjadi kasus bullying parah,” tukasnya.
Belum lama ini ramai diberitakan bahwa seorang siswi kelas dua berinisial SAH yang bersekolah di SDN 235 Gresik mendapatkan perlakukan keji dari kakak kelasnya. SAH terpaksa kehilangan penglihatan pada mata kanannya usai ditusuk dengan tusukan pentol oleh kakak kelas di area sekolah. Penusukan dilakukan lantaran korban tidak memberikan uang saat dipalak.
Kemudian dari data yang dihimpun oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), kasus perundungan masih menjadi teror bagi anak-anak di lingkungan sekolah. Dari data tersebut diketahui, tercatat terjadi 226 kasus perundungan pada tahun 2022. Lalu di tahun 2021 ada 53 kasus, dan tahun 2020 sebanyak 119 kasus.
Sementara itu untuk jenis perundungan yang sering dialami korban ialah bullying fisik (55,5 persen), perundungan verbal (29,3 persen), dan perundungan psikologis (15,2 persen). Untuk tingkat jenjang pendidikan, siswa SD menjadi korban bullying terbanyak (26 persen), diikuti siswa SMP (25 persen), dan siswa SMA (18,75 persen).
“Jadi sekolah juga harus mengintegrasikan pendidikan anti perundungan ke dalam kurikulum mereka. Ini dapat mencakup program pemahaman empati, penyelesaian konflik, dan menghormati perbedaan,” ucap Puan memungkasi. (dil)