Soal Polemik Chattra di Borobudur, Kemenag Optimistis Segera Ada Titik Temu

Soal Polemik Chattra di Borobudur, Kemenag Optimistis Segera Ada Titik Temu - wibowo ip - www.indopos.co.id

Staf Khusus Menteri Agama Bidang Media dan Komunikasi Publik Wibowo Prasetyo, saat media gathering Keagamaan Buddha terkait Chattra Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, Senin-Rabu (9-11/10/2023). Foto: Humas Kemenag

INDOPOS.CO.ID – Rencana pemasangan payung (chattra) di puncak Candi Borobudur masih diliputi perdebatan terutama dari aspek arkeologi. Meski demikian, Kementerian Agama (Kemenag) yakin, polemik ini tidak akan berlarut-larut sebab diskusi dan komunikasi tentang chattra mulai terbangun positif.

Optimisme itu antara lain diungkapkan oleh Staf Khusus Menteri Agama Bidang Media dan Komunikasi Publik, Wibowo Prasetyo; Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Buddha, Supriyadi; dan para arkeolog yang pernah terlibat dalam Pemugaran Borobudur Tahap II saat media gathering Keagamaan Buddha terkait Chattra Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, Senin-Rabu (9-11/10/2023). Ada tiga arkeolog yang diundang dalam diskusi ini, yakni Ismijono, Suparno, dan Bambang.

Wibowo menilai, saat ini yang diperlukan adalah ada langkah taktis agar segera ada kesepemahaman bersama. Menurutnya, hal yang wajar jika rencana pemasangan chattra belum final saat ini karena masing-masing pihak belum mendengar utuh apa yang menjadi prinsip dan pandangannya. Namun, perbedaan itu diyakini akan mendapatkan titik temu karena di level kementerian dan pemerintah daerah, semua telah menyetujui.

“Ini memang tidak mudah karena ada banyak perspektif. Namun banyaknya perspektif justru akan memperkaya proses pemasangan chattra. Yang penting ada diskusi yang terbuka dan produktif. Tak hanya dari aspek arkeologis tapi juga melibatkan spritualitas umat Buddha,” ujarnya.

Wibowo mengapresiasi diskusi awal tentang pemasangan chattra yang mengundang langsung para arkeolog itu. Dengan cara ini, dia yakin akan mendapatkan sebuah kesepahaman bersama yang lebih konkret. Soal anggapan bahwa komposisi sebagian kecil batu chattra adalah batu baru misalnya, bisa diuji ulang bersama. Demikian juga, jika pemasangan chattra di stupa puncak dinilai membahayakan sebagaimana pernah dilakukan Theodoor van Erp kala pemugaran tahap I (1907-1911), tentu saat ini sudah ada teknologi yang bisa menjembataninya.

“Yang jelas pemasangan chattra butuh percepatan, tentu dengan langkah terukur. Harapannya rencana besar ini tak hanya jadi angan-angan, tapi legacy yang baik bagi umat Buddha Indonesia dan dunia,” tuturnya.

Direktur Jenderal Bimas Buddha Supriyadi juga mengatakan, Kemenag tidak memosisikan adu kekuatan dalam polemik soal pemasangan chattra. Justru Kemenag akan merangkul dan membangun komunikasi yang intensif dengan para arkeolog maupun pihak lain. Targetnya adalah terbangun kesadaran bersama demi memadukan antara aspek religi dan benda warisan cagar budaya di Candi Borobudur.

Untuk memperkokoh kesepahaman bersama ini, Kemenag antara lain telah menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dari BRIN ini, diharapkan pemasangan chattra sebelumnya dikaji secara komprehensif karena didahului analisis, riset, dan akhirnya sebuah kebijakan yang matang.

Menurut Supriyadi, chattra di Candi Borobudur akan menambah aura spiritualitas kesempurnaan beribadah bagi umat Buddha. Di sisi lain, pemasangan chattra ini sudah mendapat persetujuan para pemangku kebijakan. Apalagi Candi Borobudur telah ditetapkan sebagai salah satu Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Indonesia.

Sementara Ismijono, salah satu arkeolog mengungkapkan, pada pemugaran tahap II (1973-1983), chattra sudah tidak ditemukan di area stupa. Demikian juga sepanjang yang dia ketahui belum ada bukti yang mendukung bahwa chattra pernah terpasang di stupa Borobudur. Apalagi pada pemugaran tahap II, objek yang diperbaiki sama sekali tak menyentuh bagian Arupadhatu (tingkatan atas),” katanya.

Berangkat dari fakta lapangan tersebut, pihaknya mendorong rencana pemasangan chattra ini perlu diperkuat dengan penelitian yang lebih komprehensif.

“Kami tidak dalam posisi untuk mengatakan pemasangan chattra boleh atau tidak. Apalagi dalam UU Cagar Budaya (UU No 11 Tahun 2010) ada pasal yang mengatur tentang pengembangan dan pemanfaatan candi,” katanya. (rmn)

Exit mobile version