Jelang Pemilu 2024, Pendamping Desa Harus Jaga Netralitas

Jelang Pemilu 2024, Pendamping Desa Harus Jaga Netralitas - kemendes - www.indopos.co.id

Ilustrasi pendamping desa bersama Mendes PDTT. Foto: Kemendes PDTT untuk INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Menjelang pelaksanaan Pemilu Serentak 2024 baik Pemilu Presiden (Pilpres) dan Pemilu Legislatif isu netralitas aparat negara menjadi perhatian publik. Salah satunya pendamping desa yang jumlahnya besar dan tersebar di Indonesia.

“Pendamping desa lolos dari pantauan, mereka rawan dipakai untuk kepentingan politik,” ungkap Ketua Koordinator Bala Gibran Jabodetabek Sebastian Sellor Pessa di Jakarta, Senin (20/11/2023).

Ia menyebut, keberadaan pendamping desa sangat ditentukan oleh petinggi di Kementerian Desa. “Hal ini yang harus diawasi dan perhatikan dengan cermat. Apalagi, para pendamping desa ini berada di desa yang sangat mudah mereka mempengaruhi aparat desa dan warganya untuk kepentingan politik di 2024,” ungkapnya.

Ia mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengevaluasi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dipakai untuk membayar honor para pendamping desa. Jangan sampai dimanfaatkan untuk kepentingan politik menjelang Pilpres 2024 dan Pileg 2024.

“Langkah ini perlu diambil agar APBN tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik menjelang Pemilu 2024,” jelasnya.

Diketahui saat ini ada sekitar 35 ribu lebih tenaga pendamping desa yang tersebar di berbagai desa di seluruh Indonesia yang dibiayai dari APBN sebesar Rp1,6 triliun.

Menurut dia, tenaga pendamping desa sangat rentan dipolitisasi. Sebab, pergerakan para tenaga pendamping desa ini lebih sulit dikontrol dibanding Aparatur Sipil Negara (ASN). Kendati, mereka tenaga profesional yang membantu percepatan pembangunan di desa.

“Pada Mei 2023 lalu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Bangka Belitung (Babel) memberikan teguran kepada oknum pendamping desa yang diduga mengampanyekan salah satu tokoh yang digadang-gadang maju di Pemilu 2024, bersama partainya,” bebernya.

Sebelumnya, anggota Komisi V DPR Sri Rahayu mengatakan, dugaan tenaga pendamping desa dikerahkan untuk alat politik kelompok tertentu bukan hal baru.

Dia yakin Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (BPSDM) Kemendes PDTT juga tahu hal tersebut.

Dia mengatakan, para tenaga pendamping ini diminta untuk memposting konten-konten tertentu di media sosial mereka untuk kepentingan partai tertentu. Sayangnya, kata dia, hal itu terkesan dibiarkan BPSDM karena masih terus berlangsung sampai saat ini.

“Sejumlah pendamping desa curhat mengaku ingin mengundurkan diri karena nggak ‘kerasan’ atas situasi tersebut,” katanya.

“Sementara bagi yang tetap lanjut, mendapat intimidasi akan dikeluarkan jika tidak mau mengikuti aturan dari kelompok tersebut,” imbuhnya.

Menanggapi hal itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Abdul Halim Iskandar dalam sebuah acara di Serang, Banten, beberapa lalu meminta para tenaga pendamping desa agar menjaga netralitas pada Pemilu 2024 di semua tingkatan.

Ia mengatakan, soal netralitas pendamping desa ini sudah ada aturannya tersendiri. Sama seperti ASN, TNI, Polri, penyelenggara Pemilu dan pengawas Pemilu, semua sudah ada aturannya dalam undang-undang terkait dengan netralitas ini.

“Seluruh para tenaga pendamping desa yang tersebar di seluruh Indonesia agar bisa menjaga netralitas pada Pemilu 2024,” kata Gus Halim. (nas)

Exit mobile version