Pernyataan Aiman, TPDI dan Perekat Nusantara: Jadi Koreksi Pembenahan Polri

Pernyataan Aiman, TPDI dan Perekat Nusantara: Jadi Koreksi Pembenahan Polri - pemungutan suara pemilu 1 - www.indopos.co.id

Ilustrasi simulasi pemungutan suara dalam pemilihan serentak 2020. Foto: Dokumen INDOPOS.COID

INDOPOS.CO.ID – Advokat-Advokat TPDI dan Perekat Nusantara menyampaikan protes keras kepada Kapolri atas tindakan Penyidik Polda Metro Jaya, melakukan pemanggilan Aiman Witjaksono, Politikus Partai Perindo yang juga Jubir TPN (Tim Pemenangan Nasional) Ganjar Pranowo.

Dia diminta menghadap tanggal 1 Desember 2023, guna mengklarifikasi pernyataannya soal oknum Polri tak netral dalam Pemilu 2024. “Pernyataan Aiman Witjaksono harus dimaknai Kapolri dan Kapolda Metro Jaya sebagai bagian dari hak masyarakat menyampaikan koreksi, seruan dan peringatan kepada Polri,” ujar Advokat TPDI dan Perekat Nusantara Petrus Selestinus dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/11/2023).

Ia menuturkan, pernyataan tersebut merupakan seruan bagian hak masyarakat dalam rangka “Peran Serta Masyarakat” dalam Penegakan Hukum dan Ketertiban Umum terlebih-lebih karena UU Polri melarang Polri terlibat dalam politik praktis. “Harus dicatat bahwa beberapa Pimpinan Polri adalah orang-orang dekat atau disebut sebagai kroni Presiden Jokowi, sehingga menyangkut netralitas Polri dalam Pemilu 2024,” katanya.

“Publik layak ragukan netralitasnya, apalagi karena Gibran Rakabuming Raka, Putra Presiden Jokowi adalah Cawapres 2024 yang ikut dicawe-cawe oleh Presiden Jokowi,” imbuhnya.

Lebih jauh ia mengungkapkan, selama ini sudah banyak pernyataan masyarakat sekedar mengingatkan maupun menilai bahkan menuduh bahwa Polri “tidak netral” dalam Pemilu 2024, karena putra Presiden Jokowi Gibran R. Raka jadi Cawapres. Bahkan pada Pemilu sebelumnya Polri dituding tidak netral, dan itu merupakan sebuah realitas sosial yang positif karena Pimpinan Polri Pun menerima sebagai kontrol publik dari masyarakat.

“Pemanggilan Polda Metro Jaya terhadap Aiman Wicaksono, terlepas dari apakah Aiman adalah Jubir TPN Ganjar Pranowo atau Politisi Partai Perindo, hal itu merupakan tindakan kepolisian yang tidak beralasan hukum,” ungkapnya.

“Terlalu dicari-cari bahkan mengarah kepada perilaku yang intimidatif dan bertujuan menakuti masyarakat yang ingin berperan serta dalam menciptakan pemilu damai,” imbuhnya.

Ia menilai, pada Pilpres kali ini Polri bersikap beda dan aneh soal netralitas. Padahal pernyataan seorang Aiman Witjaksono, Jubir TPN Ganjar Pranowo sebagai sesuatu yang positif dan harus diterima sebagai kritik dan masukan. Apalagi UU Polri sendiri sudah tegaskan bahwa Pori tidak boleh berpolitik praktis. “Itu artinya Aiman Witjaksono mengingatkan Polri agar ingat netralitas dalam Pemilu 2024 sesuai Perintah UU,” ucapnya.

Jika Polri bersikap salah tingkah, grogi dan tergagap-gagap menghadapi komentar Aiman terkait ada oknum Polri tidak netral dalam Pemilu 2024, berarti Polri telah terjebak dalam cawe-cawe Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi menjadi Cawapres?” imbuhnya.

Untuk itu, lanjut dia, Advokat-Advokat TPDI dan Perekat Nusantara menyampaikan protes keras dan meminta agar Kapolri menghentikan langkah Polda Metro Jaya memproses penyelidikan terhadap Aiman Witjaksono. “Lebih baik Kapolri lakukan pembenahan ke dalam, jadikan pernyataan Aiman Witjaksosno sebagai masukan untuk Polri berbenah,” ujarnya.

“Kapolri harus bertanggung jawab, jika ada anak buahnya tidak bisa menjaga netralitas,” imbuhnya.

Menurut dia, jangan biarkan oknum Polri merusak profesionalisme Polri, hanya karena Polri ingin loyal kepada Presiden Jokowi. Tetapi kebablasan sampai ikut cawe-cawe dukung Gibran R. Raka, putra Jokowi menjadi Cawapres.

“Penyampaian Surat Panggilan Polda Metro Jaya dilakukan tengah malam, ini sangat tidak lazim, karena mengganggu kenyamanan orang di tengah malam. Padahal di dalam pasal 5 dan/atau pasal 7 KUHAP, Polri dituntut dalam penyelidikan atau penyidikan karena kewajibannya berwenang melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab,” jelasnya.

Artinya, masih ujar dia, tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum, selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukan tindakan jabatan, tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkup jabatannya, atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa, dan menghormati HAM. (nas)

Exit mobile version