Mantan Ketua KPK Ungkap Jokowi Intervensi Kasus E-KTP, Komunikolog Sarankan Ini

AR-Jokowi

Presiden Jokowi memberikan ucapan selamat kepada Ketua KPK Agus Raharjo didampingi istri dan pimpinan KPK yang lain, di Istana Negara, Jakarta, Senin (21/12). Dok: Sekretariat Kabinet RI

INDOPOS.CO.ID – Pengakuan mengejutkan datang dari mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo yang menyebutkan presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah melakukan intervensi pengusutan kasus korupsi e-KTP yang melibatkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto dalam sebuah acara talk show di televisi swasta nasional.

Menyikapi hal ini, Komunikolog Emrus Sihombing berpendapat, Presiden bisa dimaknai sebagai intervensi proses penegakan hukum.

“Publik tercengang dan seakan bertanya, kok bisa begitu ya? Apa itu sebuah kebenaran? Ungkapan Agus Rahardjo tersebut sangat penting dan mendasar, tidak boleh dianggap remeh-temeh dalam proses penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia,” ujar Emrus kepada INDOPOSCO, Sabtu (2/12/2023).

“Ungkapan Agus Rahardjo tersebut tidak boleh dibiarkan begitu saja, lalu menguap hilang ditelan waktu. Sebab, pernyataan Agus Rahardjo itu sangat dapat bermakna bahwa Presiden Jokowi mengintervensi penanganan kasus hukum di Indonesia,” sambungnya.

Menurut Emrus, pernyataan Agus Rahardjo tersebut ada dua hal yang harus dilakukan para pihak terkait. Pertama, Jokowi dan Agus Rahardjo harus melakukan klarifikasi live di program yang sama dengan dimoderatori oleh moderator semula.

Kedua, Agus Rahardjo mutlak harus membuktikan ungkapan atau dalilnya tersebut, agar pengungkapan dilakukan dengan formal.

“Para pihak yang dirugikan terutama boleh jadi Jokowi pada posisi merasa dirugikan seharusnya ia melaporkan Agus Rahardjo ke aparat penegakan hukum. Sebab, pernyataan Agus Rahardjo tersebut dapat dikategorikan sebagai tuduhan yang serius. Jika benar apa yang dilontarkan oleh Agus Rahardjo, reputasi Presiden Jokowi akan tergerus merosot di tengah masyarakat,” jelasnya.

Tak hanya itu, Emrus juga menyarankan dilakukan dengan dua hal. Pertama, mengangkat sebuah isu yang setara atau lebih seksi untuk menutupi persoalan yang diungkap oleh Agus Rahardjo.

“Tindakan ini biasanya dilakukan olah para pecundang sebagai tirai penutup dari lontaran pesan yang disampaikan,” ungkapnya.

Kedua, bisa juga dilakukan dengan upaya “akal-akalan” metodologi lembaga survei sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pemilik dan relasi kuasa. (yas)

Exit mobile version