Setara Institute dan Infid Rilis Indeks HAM 2023, Ini Rekomendasinya

setara

Peneliti Hukum dan Konstitusi Setara Institute Sayyidatul Insiyah pada peluncuran Indeks HAM 2023 di Jakarta, Minggu (10/12/2023). Foto: Setara Institute

INDOPOS.CO.ID – Setara Institute dan International NGO Forum on Indonesia Development (Infid) merilis Indeks Hak Asasi Manusia di Indonesia tahun 2023. Pada Indeks HAM 2023 ini, mereka memberikan skor rata-rata untuk seluruh variabel adalah 3,2. Mereka menggunakan skala Likert dengan rentang 1 sampai 7.

Setara Institute dan Infid pun memberikan sejumlah rekomendasi. “Angka ini turun 0,1 dari tahun sebelumnya yang berada pada skor 3,3,” ujar Peneliti Hukum dan Konstitusi Setara Institute Sayyidatul Insiyah pada peluncuran Indeks HAM 2023 di Jakarta, Minggu (10/12/2023).

Hadir dalam acara itu Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan, Direktur Eksekutif Infid Iwan, Ketua Badan Pengurus Setara Institute Ismail Hasani dan peneliti senior Setara Institute Bonar Tigor Naipospos.

Pada indeks HAM 2023, Setara Institute dan Infid membagi menjadi dua aspek, yakni hak ekonomi, sosial, budaya (ekosob) dan hak sipil dan politik (sipol).

Sayyidatul mengungkapkan skor rata-rata nasional lebih banyak dikontribusi oleh indikator ekosob. “Skor Ekosob mencapai rata-rata 3,3 dengan penyumbang skor tertinggi adalah hak atas pendidikan yang meraih angka 4,4.
Sementara pada pemenuhan hak atas tanah masih berada pada skor 1,9,” ucapnya.

Pada variabel sipol, Sayyidatul mengungkapkan negara membukukan capaian dengan skor 3.

Indikator kebebasan berekspresi dan berpendapat sebagai penyumbang skor terendah, yakni 1,3 di antara seluruh indikator lainnya.

“Pemenuhan hak atas tanah dan jaminan kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah hak yang paling buruk selama kepemimpinan Jokowi yang hampir menuju satu dekade,” cetusnya.

Jika membandingkan rata-sata skor nasional sejak 2019, data Setara Institute dan Infid menunjukkan kepemimpinan Presiden Jokowi Widodo tidak pernah mencapai angka moderat yakni 4 dengan skala 1-7.

Di tahun 2019, skor Indeks HAM sebesar 3,2, lalu 2020 di angka 2,9, tahun 2021 di angka 3, tahun 2022 di angka 3,3 dan di tahun 2023 ini kembali turun menjadi 3,2.

Rekomendasi

Setara Institute dan Infid kemudian menyampaikan 7 rekomendasi. Pertama, Pesiden Jokowi mengakselerasi adopsi instrumen HAM internasional melalui ratifikasi Optional Protocol to the Convention Against Torture dan pengesahan RUU Ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa.

Kedua, mengambil tindakan segera untuk mencetak legacy di bidang HAM, di antaranya melalui penghentian Proyek Strategis Nasional (PSN) yang belum terrealisasi dan menimbulkan pelanggaran HAM, akselerasi penyelesaian yudisial pelanggaran HAM (hak asasi manusia) berat masa lalu, termasuk penuntasan kejahatan pembunuhan atas Munir Said Thalib.

Ketiga, kepemimpinan nasional baru menjadikan HAM sebagai basis penyusunan perencanaan pembangunan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 dengan indikator-indikator yang presisi dan berbasis pada disiplin hak asasi manusia.

Keempat, kepemimpinan nasional baru memperkuat dukungan kebijakan yang mengikat sektor bisnis dan dukungan penganggaran yang signifikan untuk pengarusutamaan bisnis dan HAM sebagai instrumen perwujudan kesetaraan akses terutama hak atas tanah untuk mencegah keberulangan kasus pelanggaran HAM pada sektor bisnis.

Kelima, kepemimpinan nasional baru memastikan perencanaan pembangunan yang inklusif dan memastikan semua entitas warga negara memperoleh jaminan pemajuan kesejahteraan tanpa diskriminasi.

Keenam, kepemimpinan nasional baru mengadopsi dan memastikan tata kelola yang inklusif (inclusive governance) dalam menangani intoleransi, radikalisme dan terorisme, guna mewujudkan inclusive society yang memiliki ketahanan atau resiliensi dari virus intoleransi dan radikalisme.

Ketujuh, kepemimpinan nasional baru mengagendakan pembahasan sejumlah RUU yang kontributif pada pemajuan HAM seperti RUU Masyarakat Adat, RUU Sistem Pendidikan Nasional serta melakukan tinjauan ulang terhadap regulasi dan kebijakan yang kontra-produktif pada pemajuan HAM seperti UU Cipta Kerja dan UU Perubahan Kedua UU ITE. (rmn)

Exit mobile version