Pakar Nilai Program 1 Sarjana 1 Rumah, Selaraskan Pendidikan dan Kebutuhan Pasar

Ilustrasi pekerja otomotif. Foto: istimewa

Ilustrasi pekerja otomotif. Foto: istimewa

INDOPOS.CO.ID – Pemerintah berupaya menyelaraskan antara pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja. Pernyataan tersebut diungkapkan Pakar Ketenagakerjaan dari Universitas Gajah Mada, Tadjudin Nur Effendi beberapa waktu lalu.

Ia menyebut, belakangan ini muncul keinginan pemerintah untuk memberikan pendidikan vokasi untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja. Namun tetap ada gap antara perkembangan teknologi dan dunia pendidikan.

“Semacam ada jarak antara dunia pendidikan dan teknologi, yang berkelindan langsung dengan lapangan pekerjaan,” kata Tadjudin.

Lebih jauh ia mengungkapkan, untuk memutus rantai kemiskinan adalah lewat pendidikan. “Kita bisa memutus mata rantai kemiskinan dengan pendidikan,” katanya.

“Seandainya dalam satu keluarga pendidikan berubah, kehidupan mereka akan berubah. Ada kesempatan bekerja dan mendapat penghasilan, memutus mata rantai kemiskinan,” jelasnya.

Lebih jauh dia mengungkapkan, sektor pendidikan dan ketenagakerjaan saling berkelindan. Dibutuhkan tenaga kerja yang kompeten dan melek teknologi untuk menjawab tantangan hari ini. Namun lapangan kerja yang tersedia juga terbatas.

“Dalam rangka Indonesia Emas, kita berhadapan dengan bonus demografi, penduduk usia produktif mencapai 70 persen. Sedangkan lapangan pekerjaan berkembang sangat lambat,” ungkap Tadjudin.

Sebelumnya, Pasangan Calon 03 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD memiliki program 1 Sarjana 1 Rumah. Ganjar merasa semua daerah harus menjalankan program tersebut yang dikomandoi oleh pemerintah pusat. Pendataan akan dilakukan dengan rinci, penyusunan sistem canggih dan pelaksanaan dengan benar dan transparan.

“Negara bisa hadir membantu keluarga itu agar ada anaknya 1 sarjana dalam keluarga miskin untuk mengubah nasibnya,” kata Ganjar.

Padahal dalam satu keluarga selalu ada potensi besar, jika dipersiapkan dengan benar maka akan mampu mengubah nasib ke depan. “Ketika kemudian mereka menyiapkan diri jauh ke depan dan dia butuh bimbingan maka pendidikan menjadi jalur utama yang ada,” imbuh Ganjar.

Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teguh Dartanto, menerangkan berdasarkan penelitian dengan menggunakan data panel 21 tahun menunjukkan bahwa ada keterkaitan erat antara investasi pendidikan dengan pengentasan kemiskinan.

“Investasi pendidikan yang dapat memutus rantai kemiskinan dan juga mendorong kelompok miskin naik kelas menjadi kelompok kelas menengah,” terangnya.

Kendati demikian, Teguh menerangkan tantangan beratnya adalah bagaimana agar para sarjana terlahir dari kampus atau universitas berkualitas.

“Isunya bukan tentang mencetak sarjana atau bukan sarjana, isunya adalah bagaimana mendorong orang sekolah di tempat berkualitas. Sehingga bisa menjadi sarjana yang berkualitas dan bisa diserap di pasar tenaga kerja,” tegasnya.

Menurutnya, jika sekadar mencetak sarjana maka akan sangat berpotensi memunculkan masalah baru. “Jika kita sekadar mencetak sarjana tanpa dibarengi dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh lapangan kerja, maka yang terjadi adalah pengangguran terdidik yang akan mendorong instabilitas sosial,” pungkasnya. (nas)

Exit mobile version