INDOPOS.CO.ID – Kemandirian dalam sektor pertanian untuk menyokong ketahanan pangan harus ditempuh melalui berbagai langkah serius seperti yang ditegaskan calon presiden (Capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo. Salah satunya dimulai dengan pembenahan data pertanian agar dapat diketahui dengan jelas kekuatan dan kelemahan sektor pertanian Indonesia.
Ganjar menegaskan, berbagai upaya untuk menghadirkan pertanian yang mandiri harus dimulai dengan satu data pertanian Indonesia.
“Kalau ini semua tidak dirangkum dalam satu data pertanian Indonesia maka akan jebol. Lahan kita tidak akan tercatat dengan baik maka ketika kita mencontohkan subsidi pupuk saja sampai hari ini tidak pernah tepat sasaran,” tegas dia.
Dia menambahkan, satu data pertanian diperlukan mengetahui secara pasti luas lahan, lokasi, hingga akan mempermudah penyaluran subsidi pupuk agar tepat sasaran. Karena hal ini tidak kunjung dilakukan, dampaknya sekarang harga beras sudah tembus diangka Rp13.000 per liter, pupuk susah dicari dan kalau pun ada harganya mahal. Petani akhirnya tidak dapat melakukan pemupukan secara optimal sehingga produksi pertanian pun turun.
“Ketika saya luncurkan data petani lewat program kartu tani ada yang dipersoalkan. Kenapa dipersoalkan padahal di dalamnya ada data berapa luas lahan, daerahnya dimana, lalu pakai Geotech maka distribusinya harusnya bisa. Kalau tanpa itu kita akan manual terus sampai hari ini,” tandasnya.
Calon Presiden yang diusung PDI-P Hanura, Perindo dan PPP ini menegaskan hal tersebut ketika menjadi tamu pertama dalam dialog Capres dengan Kamar Dagang Indonesia (KADIN), Kamis (11/1/2024).
Dalam dialog tersebut, Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Otonomi Daerah KADIN Sarman Simanjorang menyampaikan pertanyaan terkait dengan sektor pertanian. Ia menyebutkan bahwa dalam 10 tahun terakhir penduduk Indonesia bertambah 25,5 juta jiwa sementara jumlah petani berkurang 1,7 juta jiwa. Jumlah petani ini terus berkurang karena 32 persen petani saat ini berusia di atas 60 tahun. Sedangkan anak muda kurang berminat jadi petani baru.
“Ekosistem pertanian juga belum baik dimana 59 persen petani menggarap lahan dibawah 0,5 hektar. Hal ini membuat sulit mendapat bibit, pupuk dan teknologi karena kecilnya skala usaha. Di sisi lain, nilai tukar petani semakin menurun karena rendahnya produktivitas dan teknologi,” jelas Sarman.
Ia kemudian menyampaikan dua pertanyaan, yakni bagaimana strategi meningkatkan produksi pangan dan mewujudkan kemandirian pangan. Kemudian pertanyaan kedua terkait dengan apa strategi yang akan dipilih untuk meningkatkan pendapatan petani melalui modernisasi pertanian sekaligus mewujudkan kemandirian industri pertanian.
Menjawab kedua pertanyaan ini, Ganjar Pranowo menegaskan modernisasi pertanian menjadi jawaban. “Itu sudah dijawab tadi, yakni modernisasi pertanian. Tidak ada pilihan lain,” terang Ganjar.
Hal kedua yang menurut Ganjar juga perlu dilakukan adalah korporatisasi di sektor pertanian dengan mengajak anak muda untuk terlibat. Mereka dilatih, SDM bagus sehingga akan semakin banyak orang muda yang terjun.
“Anak-anak muda ini melakukannya karena mereka punya ideologi, yakni ingin daulat dan mandiri. Maka kepada mereka harus diberikan insentif. Ketika saya bertemu dengan anak-anak yang punya ideologis, mereka hanya minta diberikan pelatihan dan teknologi. Mudahkan mereka mendapat bibit baik dari Kementerian, lembaga riset dan BRIN, serta perusahaan. Kalau ini bisa diwujudkan maka sektor pertanian kita akan tumbuh,” jelas Ganjar.
Langkah lain yang juga penting dilakukan menurut Ganjar adalah mekanisasi pertanian. Lahan pertanian yang semakin sempit harus dilakukan pola konsolidasi lahan. Ia mengaku, cara ini sudah pernah dilakukan uji coba di Sukoharjo. Pertanian seluas 100 hektar dalam satu hamparan. Dengan itu mekanisasinya dapat dilakukan dengan pengolahan tanah menggunakan traktor, teknologi menanam sudah menggunakan transplantar yang akan membantu menciptakan efisiensi. (nas)