INDOPOS.CO.ID – Butuh dukungan dari berbagai pihak untuk mewujudkan minimal 30 persen keterwakilan perempuan dalam parlemen. Mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, partai politik hingga calon legislatif dan pemilih.
Batas minimal 30 persen keterwakilan perempuan dalam parlemen tertuang dalam Pasal 245 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
“Pada tiga periode pemilihan umum legislatif yang lalu, belum pernah tercapai minimal 30 persen keterwakilan perempuan dalam parlemen. Oleh karenanya, semua pihak harus saling mendukung mewujudkan hal tersebut pada Pemilu 2024,” ujar Staf Khusus Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), IG Agung Putri Astrid dalam keterangan, Senin (5/2/2024).
Dia menegaskan, perlunya terus menyuarakan pentingnya kehadiran perempuan dalam politik. Partai politik (Parpol) pun, menurut dia, punya tugas untuk memupuk dan membina kader-kader perempuannya.
“Media pun memiliki peran penting, untuk dapat lebih masif lagi memublikasikan pentingnya keterwakilan perempuan dalam parlemen,” katanya.
Ia mengajak para calon legislator perempuan meyakinkan para pemilih dengan menunjukkan kapasitas maksimal mereka. Dengan demikian, peluang publik akan menjadi lebih tinggi untuk memilihnya.
“Jika semua sudah dipenuhi, tugas para pemilih perempuan adalah berani memilih kandidat perempuan untuk menjadi wakil rakyat. Merekalah nanti yang akan menghadapi berbagai persoalan perempuan,” jelasnya.
Lebih jauh ia mengungkapkan, Kementerian PPPA terus meningkatkan kapasitas perempuan agar ruang partisipasi dan representasi politik perempuan dapat difasilitasi dengan baik. Sampai saat ini, Kementerian PPPA terus mengadvokasi dan menyosialisasikan kepada perempuan bahwa mereka bisa menjadi agen perubahan dan agen pembangunan.
Dengan memberikan bimbingan teknis kepemimpinan perempuan di perdesaan. “Kami juga telah bekerjasama dengan K/L maupun pemerintah daerah dalam dukungan terhadap perempuan pada Pemilu 2024 melalui berbagai platform,” ungkapnya.
Ia menyebut dukungan diberikan secara konvensional dan digital. Misalnya, di kanal media daring, videotron, hingga talkshow televisi. Dan pendampingan kepada perempuan-perempuan yang bersedia terlibat aktif dalam politik.
“Pendampingan itu dalam bentuk peningkatan kapasitas, baik anggota legislatif di daerah maupun di pusat. Karena hal ini menjadi penting juga agar keputusan dan kebijakan yang dibuat lebih responsif terhadap perempuan dan anak,” katanya.
Sementara itu, Pakar Komunikasi Politik Universitas Nasional (UNAS), Lely Arrianie menekankan bahwa peningkatan jumlah keterwakilan perempuan di parlemen harus diimbangi dengan peningkatan kualitasnya. Menurut dia, belum terpenuhinya minimal 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen juga karena faktor kurangnya kepercayaan masyarakat.
Karena itu, dia berharap para calon legislatif perempuan benar-benar memahami perannya dalam politik. “Agar kebutuhan perempuan dapat direpresentasikan dan didefinisikan lembaga-lembaga negara dalam bentuk produk kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan perempuan,” tegasnya.
Dia menambahkan bahwa Pemilu 2024 menjadi momen yang tepat bagi calon legislatif perempuan untuk menunjukan kualitas mereka. Sekaligus, mewujudkan minimal 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen.
“Pemilu tahun ini menjadi penting dalam peningkatan dan mewujudkan minimal 30 persen keterwakilan dalam parlemen. Kita perbaiki pelan-pelan, paling tidak terpenuhi secara kuantitas dulu kuota 30 persen perempuan dalam parlemen,” ujarnya. (nas)