KPU Nilai Putusan DKPP Mengandung Kalimat Paradoksal

KPU Nilai Putusan DKPP Mengandung Kalimat Paradoksal - kantor KPU - www.indopos.co.id

Gedung KPU RI, Jakarta. Foto: Dok Indopos.co.id

INDOPOS.CO.ID – Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Idham Holik menilai, putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terhadap pihaknya yang melanggar kode etik terkait pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) mengandung kalimat kontradiktif.

“Putusan tersebut, secara materi mengandung kalimat yang paradoksal,” kata Idham melalui gawai, Jakarta, Selasa (/2/2024).

Di satu sisi, KPU dinyatakan oleh DKPP telah melaksanakan tugas menyelenggarakan tahapan pencalonan sudah sesuai konstitusi. Namun, di sisi lain KPU dinyatakan tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu.

“Padahal Bawaslu sebagai pihak terkait telah menegaskan, dalam persidangan DKPP telah menegaskan bahwa dalam penerimaan pendaftaran paslon Pilpres KPU sudah sesuai aturan,” ujar Idham.

“Perlu kami tegaskan, bahwa Bawaslu lah yang memiliki kewenangan atributif untuk menangani dugaan pelanggaran adminsitratif,” tambahnya.

Dalam pertimbangan DKPP pada Putusan Nompr 135-PKE-DKPP/XII/2023, Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023, Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan Nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023, khususnya tertuang dalam halaman 188 pada Putusan tersebut.

DKPP menilai KPU sudah menjalankan atau melaksanakan tugas konstitusional. Pertimbangan DKPP tersebut berbunyi sebagai berikut:

“Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, KPU in casu Para Teradu memiliki kewajiban untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut sebagai perintah konstitusi,” jelas Idham seraya membunyikan pertimbangan DKPP.

“Bahwa tindakan Para Teradu menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 dalam pencalonan peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 adalah tindakan yang sudah sesuai dengan Konstitusi,” tambahnya.

Idham menambahkan, Pasal 7 ayat (1) huruf a UU Nomor 12 tahun 2011, secara hirarkies, UUD 1945 adalah hukum tertinggi di Indonesia.

Selain itu, Pasal 10 Ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi berbunyi, “Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh”.

“Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding),” imbuhnya. (dan)

Exit mobile version