SE Menag Panduan Ibadah Ramadan, DPD: Sangat Mengusik Hati Umat Islam

se

Ilustrasi salat tarawih. Foto: dokumen INDOPOS.CO.ID

INDOPOS.CO.ID – Menteri Agama (Menag) Yaqut C. Qoumas tidak mengusik kerukunan dan toleransi beragama yang telah lama terbangun di masyarakat. Dengan larangan pengeras suara luar di masjid dan musala saat shalat tarawih maupun tadarus Alquran selama bulan ramadan.

Pernyataan tersebut diungkapkan Senator asal Aceh, H. Sudirman menyikapi Surat Edaran (SE) Menteri Agama Nomor 1 tahun 2024 tentang Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1445 H/2024 M, Sabtu (9/3/2024).

Diketahui, poin ketiga dari SE Menag tersebut turut menyebutkan bahwa dalam mengisi dan meningkatkan syiar Islam, umat Islam tetap berpedoman pada Surat Edaran Agama Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

“Surat Edaran Menag ini yang melarang pengeras suara luar masjid saat ramadan sangat mengganggu suasana hati umat Islam jelang ramadan,” katanya.

Ia menambahkan, toleransi antar umat beragama telah terbangun kuat dan tadarus Al Quran dan shalat tarawih adalah tradisi ramadan yang telah ada sejak lama di Nusantara. Bahkan sebelum Menag Yaqut lahir. Jauh sebelumnya tidak menjadi masalah, hingga kemudian hal ini dipermasalahkan oleh Menag.

“Jangan karena hanya ingin tunjukkan prestasi dan kinerja malah secara sengaja merusak tatanan kerukunan dan toleransi umat beragama yang telah terbangun kuat sejak lampau, bahkan sebelum Menag Yaqut ini lahir”, ungkapnya.

Dia menyebut bahwa toleransi bukanlah masalah di tingkat bawah yang telah lama hidup dalam tatanan kehidupan beragama yang penuh kerukunan serta toleran. Justru masalah di tingkat atas yang mempermasalahkan hal yang bukan masalah di tengah masyarakat.

Ia mencontohkan Aceh yang mayoritas muslim dan menerapkan hukum syariah Islam tapi saling menghormati minoritas. Bahkan, non muslim ikut saling mendukung saudara muslimnya dalam menyambut ramadan. Kondisi relasi yang sama juga diyakini terjadi di daerah lain di nusantara, di mana muslim sebagai kaum minoritas.

“Jadi sejatinya tidak ada masalah di tingkat bawah, justru masalah di tingkat atas yang mempermasalahkan sesuatu yang tidak jadi masalah di tingkat masyarakat, seperti kebijakan Menag ini yang kemudian hanya mengusik dan merusak tatanan kerukunan dan toleransi beragama yang telah hidup sejak lama di tengah masyarakat,” ujarnya. (nas)

Exit mobile version