KKP Kejar Target Penambahan Luas Kawasan Konservasi Laut

Victor-Gustaaf-Manoppo

Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Victor Gustaaf Manoppo, dalam satu kesempatan kegiatan PRL KKP / humas PRL for Indopos.co.id

INDOPOS.CO.ID – Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong tercapainya target 30 persen perluasan kawasan konservasi di tahun 2045. Dengan memperkuat upaya konservasi laut, termasuk melalui pengembangan dan implementasi kawasan konservasi dan Other Effective Area-Based Conservation Measures (OECM).

Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Victor Gustaaf Manoppo menerangkan bahwa OECM merupakan wilayah selain kawasan konservasi yang secara geografis ditetapkan, diatur, dikelola, dan dalam jangka panjang mencapai hasil yang positif dan berkelanjutan untuk konservasi ekosistem dan biota perairan.

“OECM dapat memberikan solusi inovatif dan fleksibel untuk memperluas cakupan konservasi laut di Indonesia,” terang Victor.

Victor juga menegaskan, saat ini luas kawasan konservasi yang telah ditetapkan mencapai 29,3 juta hektare, dan akan memperluas menjadi 97,5 juta hektar di tahun 2045. Penambahan ini adalah strategi dalam mewujudkan kebijakan ekonomi biru.

“Meskipun sudah diakomodir oleh program pemerintah, namun kontribusi berbagai pihak sangat diperlukan dalam perlindungan dan pelestarian ekosistem ini, mengingat kebijakan global seperti Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework menetapkan target yang ambisius untuk melindungi wilayah darat dan laut hingga 30% pada tahun 2030, termasuk melalui Other Effective area-based Conservation Measures atau OECM ini,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Firdaus Agung menjelaskan pengembangan dan implementasi kawasan konservasi melalui OECM menjadi kesempatan bagi pemerintah dan para mitra yang bekerja sama dengan KKP untuk memiliki kesamaan pemahaman, pandangan, dan aksi nyata untuk pelaksanaan dan pemanfaatan OECM di Indonesia.

“Di level nasional ini OECM bagus sekali, karena kalau saya perhatikan di negara-negara lain perkembangan OECM tidak seintens di Indonesia. Jadi perkembangan 30×45 dan OECM sangat potensial untuk digaungkan di tingkat dunia dua tahun setelah penandatanganan Kunming Montreal Biodiversity Framework,” urai Firdaus.

Firdaus juga menyebutkan melalui lokakarya bersama para mitra , diharapkan dapat menghasilkan rumusan definisi kriteria dan pemetaan potensi lokasi OECM sehingga OECM menjadi konsep yang berlanjut dengan memiliki peta jalan bagi implementasinya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Senior Program dan Kebijakan RARE Hari Kushardanto mengungkapkan lokakarya tersebut merupakan salah satu inisiatif yang didukung oleh Ocean 5, The David and Lucile Packard Foundation, BOF, dan OceanKind, dikoordinasikan oleh WWF-Indonesia dan mewakili konsorsium yang terdiri dari enam organisasi non-pemerintah (NGO) di sektor kelautan dan perikanan Indonesia, seperti WWF-Indonesia, Coral Triangle Center (CTC), RARE, Yayasan Pesisir Lestari (YPL), Yayasan Rekam Nusantara, dan Yayasan Konservasi Indonesia. Konsorsium akan terus bekerja secara kolaboratif untuk mendorong agenda OECM di Indonesia dapat berjalan.

“Tidak hanya oleh pemerintah tapi semua sektor. Kami menyadari masih banyak gapsnya dan area yang kita harus isi, seperti legal basis. Namun kita bisa melengkapi lagi agar OECM tidak hanya berhenti di Undang-Undang, tapi kemudian bisa diterapkan di lapangan,” ujar Hari. (ney)

Exit mobile version