INDOPOS.CO.ID – Kebijakan simplifikasi yang berfokus pada penyederhanaan tarif akan memberikan beban besar bagi industri, terutama bagi pabrik-pabrik kecil.
Pernyataan tersebut diungkapkan Ketua Gabungan Pabrik Rokok Surabaya (Gaperosu) Sulami Bahar dalam keterangan, Senin (12/8/2024).
Menurutnya, pendekatan setiap golongan dengan tarif lebih tinggi akan menaikkan harga jual rokok.
“Ini bisa menyebabkan konsumen beralih ke rokok ilegal yang lebih murah,” ujarnya.
Selain itu, ia juga menyoroti beban pajak yang harus ditanggung oleh industri tembakau. Saat ini, pajak yang dibayarkan oleh produsen rokok mencapai 78-81 persen dari harga jual sebelum rokok dijual. Mereka menegaskan, kebijakan ini dapat menurunkan pendapatan cukai yang diterima pemerintah.
“Rokok ilegal tidak terbebani pajak ini, sehingga mereka bisa menjual dengan harga yang jauh lebih rendah, yang tentunya merugikan industri yang legal,” ungkapnya.
Ia mengatakan, telah memberikan masukan kepada pemerintah agar kebijakan cukai yang diterapkan harus mempertimbangkan empat aspek penting: penerimaan negara, keberlanjutan industri, kesejahteraan petani, dan pemberantasan rokok ilegal.
“Kami berharap kebijakan cukai yang dibuat mempertimbangkan keberlangsungan industri dan daya beli masyarakat,” kata Sulami.
Di tengah tekanan ekonomi yang semakin berat, banyak masyarakat yang mulai beralih ke rokok ilegal sebagai alternatif lebih murah untuk memenuhi kebiasaan merokok mereka. Fenomena ini terutama terlihat di kalangan berpendapatan rendah, di mana jumlah perokok jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok berpenghasilan tinggi.
Mengutip data Ditjen Bea dan Cukai, tingkat peredaran rokok ilegal pada 2023 mengalami peningkatan menjadi 6,86 persen. Angka itu menunjukkan ada potensi penerimaan negara yang tidak terselamatkan senilai Rp15,01 triliun.
Akademisi Universitas Padjadjaran Wawan Hermawan mengungkapkan, faktor utama yang mendorong peningkatan konsumsi rokok ilegal adalah tingginya harga rokok yang tidak sebanding dengan pendapatan masyarakat. Ditambah dengan lemahnya penegakkan hukum di Indonesia, peredaran rokok ilegal dikhawatirkan menjadi semakin masif.
“Menurut saya, yang utama adalah harga rokok yang sangat tinggi relatif terhadap pendapatan masyarakat. Ini di-drive oleh prevalensi merokok yang masih tinggi dan budaya rokok sebagai alat sosial di masyarakat,” katanya.
“Selain itu, penegakan hukum terhadap produsen rokok juga masih lemah,” imbuhnya. (nas)