INDOPOS.CO.ID – Meski jumlah pengguna internet di Indonesia menembus 77 persen populasi penduduk, tapi perilaku penggunanya masih buruk. Bahkan, mengutip data Badan Pusat Statistik per Januari 2024, skor keahlian dan kecakapan digital warganet kita berada di angka 6 dari 10 nilai kesopanan warganet.
”Rendahnya skor itu memicu banyak tindak kejahatan digital di kalangan remaja hingga memakan korban. Di antaranya cyberbullying: tindakan mengancam, merundung teman sendiri dengan beragam aplikasi digital. Ini mesti dihentikan, baik di rumah apalagi saat dalam proses belajar di sekolah,” kata Kepala Program Studi Ekonomi Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam Muhammadiyah (STAIM) Tulungagung Mei Shanti dalam keterangan , Jumat (23/8/2024).
Menurut Mei, hobi melakukan perundungan siber kerap terjadi, karena banyak siswa sekolah masih sembrono dalam mengakses ruang digital. ”Yang senior jangan suka mengintimidasi yang junior. Mengejek atau menciptakan rasa insecure, tidak aman dan nyaman dalam belajar dengan beragam bentuk ancaman digital,” ungkapnya.
Mei menyebut setidaknya 3 langkah untuk menghentikan cyberbullying, yang mesti disinergikan oleh siswa (korban), guru di sekolah dan orang tua di rumah. Pertama, atur privasi di akun media sosial dan dengan siapa bisa berinteraksi, lalu kunci dengan password yang aman.
Kedua, biasakan berpikir sebelum sharing informasi. Jangan juga mudah sembarang klik link yang ditawarkan orang yang baru dikenal, meski tawarannya menggiurkan. ”Ketiga, waspadai ancaman dari orang yang baru dikenal. Jangan mudah merespons. Bicarakan dulu dengan orangtua dan guru,” ucapnya.
Sementara itu, dosen Universitas Dr. Soetomo Surabaya Meythiana mengatakan, dengan beragam aplikasi belajar terkini, sesama pelajar memang bisa saling mengejek dan meneror, saling mengintai perilaku cyberstalking di mana pun berada. Siswa yang dimata-matai, diejek perilaku dan kondisi fisik sosialnya, bisa tertekan, malu, bahkan takut masuk sekolah.
”Itu semua bisa dihentikan kalau siswa dan guru meningkatkan kecakapan CABE: CAkap Bermedsos, tahu Budaya dalam berinteraksi, dan jaga Etika saat bergaul di ruang digital,” pesannya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ponorogo Nurhadi Hanuri berharap, masyarakat tidak sajabmengenali dan memahami seriusnya bahaya cyberbullying. Namun juga belajar memahami hak dan tanggung jawab di ruang digital. Sebab, cyberbullying memberikan dampak besar pada berbagai aspek di kalangan pendidikan.
”Kalau cyberbullying bisa dihentikan, banyak yang bisa dimanfaatkan dari berkembangnya perangkat digital. Kalau cerdas dan bijak memanfaatkan beragam platform media sosial dan aplikasi belajar moderen, tidak hanya materi belajar, banyak peluang usaha dan profesi yang menjanjikan di masa depan,” jelas Nurhadi.
Diketahui, program Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) dihelat Kemkominfo sejak 2017. GNLD digelar sebagai salah satu upaya untuk mempercepat transformasi digital di sektor pendidikan hingga kelompok masyarakat menuju Indonesia yang #MakinCakapDigital.
Sampai dengan akhir 2023, program peningkatan #literasidigitalkominfo tercatat telah diikuti sebanyak 24,6 juta orang. Kegiatan ini diharapkan mampu menaikkan tingkat literasi digital 50 juta masyarakat Indonesia hingga akhir 2024. (ibs)