INDOPOS.CO.ID – Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda meminta aparat penegak hukum menyeret semua pihak yang terlibat dalam praktik bullying berupa iuran Rp 20-40 juta per semester di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) prodi anestesi di Universitas Diponegoro (Undip). Huda mengatakan, praktik bully yang memicu korban bunuh diri merupakan tindak pidana.
“Kami mendesak agar aparat penegak hukum menyeret semua pihak yang terlibat dalam praktik bullying di PPDS Undip ke meja hijau. Dalam pandangan kami, praktik perundungan pemalakan yang memicu korban depresi hingga bunuh diri merupakan tindak pidana yang harus disanksi maksimal,” ujar Huda kepada wartawan dikutip Selasa (17/9/2024).
Huda menjelaskan, iuran Rp 20-40 juta per bulan yang harus disetor mahasiswa baru merupakan bentuk pemalakan. Selain dijerat dengan Pasal 345 KUHP terkait dorongan orang untuk bunuh diri dengan ancaman 4 tahun, pelaku juga bisa dijerat dengan Pasal 368 Ayat 1 terkait pemalakan dengan ancaman 9 tahun. Paus Fransiskus Tiba di Timor Leste Artikel Kompas.id Huda juga mendorong harus ada sanksi akademis sehingga bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku.
“Kami tentu sangat prihatin dengan bukti nyata adanya praktik bullying di lingkungan pendidikan tinggi termasuk di kampus PPDS Universitas Diponegoro. Pendidikan tinggi yang harusnya melahirkan para cendikiawan ternyata justru menjadi tempat subur praktik perundungan yang merupakan dosa besar dalam pendidikan,” tuturnya.
Menurut Huda, para pelaku bully pasti menyadari bahwa iuran Rp 20-40 juta per bulan itu merupakan pemalakan dari praktik perundungan. Dia merasa ironis dengan adanya indikasi bahwa praktik bully ini sudah berlangsung lama dan telah menjadi tradisi hingga dianggap sebagai kewajaran.
“Kami mendorong ada langkah terobosan agar penanggulangan praktik perundungan dilakukan secara komprehensif. Tidak lagi menjadi tanggung jawab satu kementerian atau lembaga saja. Harus dibentuk satgas lintas kementerian/lembaga, pemerintah daerah hingga aparat penegak hukum untuk mencegah perilaku bullying ini,” imbuh Huda.
Sebelumnya, Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) Yan Wisnu Prajoko mengakui adanya perundungan atau bullying berupa iuran Rp 20-40 juta per semester di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) prodi anestesi.
Pungutan itu mewajibkan mahasiswa baru PPDS Undip membayar iuran makan selama 1 semester atau 6 bulan.
Yan Wisnu mengakui pungutan uang dari junior itu digunakan untuk kebutuhan mahasiswa baru dan para seniornya selama menjalani PPDS di RSUP dr Kariadi.
Dia mengatakan, ada sekitar 7 sampai belasan mahasiwa baru yang masuk di PPDS Anestesi Undip setiap semester.
“Jadi kalau di anestesi l, di semester 1 mereka per bulan satu orang Rp 20-40 juta untuk 6 bulan pertama. Untuk gotong royong konsumsi, tapi nanti ketika semester 2, nanti gantian yang semester 1 terus begitu, jadi semester 2 tidak itu lagi,” ujarnya, dalam jumpa pers di Undip, Jumat (13/9/2024).
Selain uang makan, iuran dari mahasiswa semester 1 itu digunakan untuk membayar operasional lainnya seperti menyewa mobil hingga membayar kos. “Jadi mereka memenuhi kebutuhan manusiawi mereka cukup besar, kalau di sini untuk operasional mereka sewa mobil, menyewa kos dekat rumah sakit terkait dengan operasional. Anestesi antara 7-11 mahasiswa per semester, mereka menyampaikan ke tim investigasi, temuan yang signifikan itu,” jelas dia. (dil)