INDOPOS.CO.ID – Badan Pengawas Pemilu RI dan Comissao Nacional de Eleicoes (CNE/Komisi Pemilihan Umum Timor Leste) berkomitmen untuk saling mempelajari praktik berdemokrasi agar kualitas demokrasi di masing-masing negara meningkat.
Komitmen tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Bawaslu RI dan KPU Timor Leste di kawasan Harmoni, Jakarta, Rabu (18/9/2024).
“Karena CNE itu lebih mirip tugasnya dengan Bawaslu daripada KPU RI. Karena teman-teman CNE inilah yang melakukan sengketa dan penegakan hukum pemilihan umum di Timor Leste,” kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam sambutannya.
Bagja menjelaskan bahwa langkah konkret kerja sama yang dilakukan Bawaslu dan KPU Timor Leste ke depannya adalah magang hingga pelatihan instruktur atau training of trainer (TOT).
“Magang teman-teman staf CNE di Bawaslu RI, dan juga TOT kemungkinan yang akan dekat dengan Timor Leste, yakni di Bali atau Undana, Universitas Cendana di Nusa Tenggara Timur,” jelasnya.
Walaupun demikian, ujar Bagja, MoU ini belum diatur terkait pemantauan Pilkada 2024 di Indonesia. Hanya saja, dirinya mempersilakan KPU Timor Leste untuk melihat proses pemilihan Plkada 27 November nanti.
“Kalau teman-teman Timor Leste berkenan, ya, boleh saja melihat bagaimana proses pelaksanaan penyelenggaraan pilkada di Indonesia,” katanya.
Tak hanya itu, Bagja juga mengajak KPU Timor Leste untuk membentuk komunitas penyelenggara Pemilu di kawasan Asia Tenggara.
Menurut Bagja, hal ini penting untuk menjadi pembelajaran dan perbandingan tingkat demokrasi dengan negara lain.
“Kita perlu buat komunitas penyelenggara pemilu di Asia Tenggara. Sehingga ke depan, Asean bisa menjadi best practice yang bisa dilihat dan diperbandingkan dengan negara-negara di Amerika Selatan, Eropa Barat, US, dll,” kata Bagja.
Kata Bagja, dengan kerja sama ini serta dorongan pembentukan komunitas oenyelenggara pemilu, maka negara-negara Asean bisa saling bertukar pengalaman.
“Quasi judicial, CNE (Commisi Nasional Election) punya full kewenangan menyelesaikan sengketa hasil pemilu di Tiimor Leste, sedangkan Bawaslu hanya sengekta proses, bukan hasilnya,” ucapnya.
“Kita (masing-masing) punya bestpractice untuk jadi pengalaman negara lain. Timor Leste pasti punya ciri sendiri. Kita mengikuti pola dari negara maju, kita juga mungkin punya pola sendiri yang sedikit berbeda. MOU bisa kita kerjasama untuk menyebarkan best practise negara-negara di Asean,” sambungnya.
Ia pun menjelaskan, di Bawaslu, ada satu taskforce, sentra penegakan hukum terpadu yang terdiri dari Bawalsu, polis, dan kejaksaan. “Di Gakumdu, kami bekerja untuk menyelidiki seluruh proses pidana, tetapi nanti kewenangan terakhirnya ada di pengadilan biasa, pengadilan umum,” terangnya.
“Bawaslu saat ini menjadi presiden global network election justice. Kita harus sering kerja sama. Pandangan bagaimana pelakasanaan pemilu di Asean, bagaimana prinsipnya, meniru teknisnya. sehingga kita bisa menyebarkan prinsip demokrasi berkenaan dengan pelaksanaan pemilu di Asia Tenggara,* pungkasnya menambahkan.
Sementara itu, Presiden KPU Timor Leste Jose Agostinho da Costa Belo mengharapkan komitmen antara pihaknya dengan Bawaslu RI dapat mempertahankan proses demokrasi yang dinilai sudah baik di tengah tantangan yang ada. Misalnya, kata dia, semakin pintarnya para pemilih.
“Maka baik itu komisioner maupun sekretariat harus siap untuk bisa mengikuti perkembangan yang ada, maka (perlu ada, red.) edukasi, training (pelatihan), (program) pertukaran para staf, studi banding, hingga terus melihat masalah-masalah yang sekarang terjadi,” ujarnya. (dil)