INDOPOS.CO.ID – Aliansi Mahasiswa Hukum Indonesia Peduli Keadilan (AMHIPAN) menuntut Dewan Pengawas KPK mengadili pimpinan KPK Alexander Marwata yang diduga melanggar etik karena memiliki relasi dengan mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto.
Hal ini diminta oleh Koordinator AMHIPAN, Reza. Dia menduga ada kejanggalan dari pengungkapan kasus harta tak wajar milik Eko di mana kasus tersebut dipimpin oleh
Alex Marwata.
Dia menilai Eko yang tak kunjung ditetapkan sebagai tersangka karena harta tak wajar dan penanganan kasus yang terlalu berlarut-larut karena adaya konflik kepentingan.
Penelusuran dari AMHIPAN mendapatkan penanganan kasus tersebut tidak maksimal oleh KPK ternyata Alex dengan Eko sama-sama lulusan dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN).
“Kami mendesak Dewan Pengawas (Dewas) KPK untuk segera proses hukum dan mengadili Wakil Ketua KPK Alexander Marwata atas dugaan pelanggaran kode etik,” kata Reza dalam keterangan pers, Senin (30/9/2024).
Selain tuntutan kepada Dewas KPK untuk mengadili Alex, AMHIPAN juga meminta kepada Polda Metro Jaya untuk memeriksa salah satu pimpinan lembaga anti rasuah tersebut.
Alasannya kareba Alex tidak memegang prinsip penegakan hukum terutama dalam pemberantasan korupsi yang sudah sejatinya menjadi jargon KPK.
“Kami meminta Polda Metro Jaya untuk berani memanggil dan memeriksa Wakil Ketua KPK Sdr. Alexander Marwata yang telah melakukan pertemuan dengan Eko Darmanto,” ungkap Reza.
“Mengingat pihak Polda Metro Jaya juga telah melakukan pemeriksaan terhadap Eko Darmanto. Kami juga mendorong Polda Metro Jaya untuk segera memanggil pihak-pihak yang melakukan koordinasi kepada Eko Darmanto demi tegaknya hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi,” sambungnya.
Sebagai informasi, Eko Darmanto merupakan Kepala Bea Cukai Yogyakarta. Ia dicopot dari jabatannya oleh Ditjen Bea Cukai usai sempat viral di media sosial karena gaya hidup mewah yang tersebar di internet tak sama dengan laporan yang terdaftar di LHKPN.
Padahal KPK pernah mendapatkan temuan adanya dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang sejak tahun 2009 dengan besaran mencapai Rp 37,7 miliar. (gin)