INDOPOS.CO.ID – Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mendesak Polres Pandeglang untuk segera melakukan penahanan dalam kasus dugaan pemaksaan aborsi, sebagai wujud ketegasan penegakan hukum.
“Kompolnas mendesak penyidik segera menahan pelaku karena diduga kuat melarikan diri, menghilangkan atau merusak barang bukti, serta berpotensi mengulangi kejahatan,” katanya dikonfirmasi INDOPOS.CO.ID pada Kamis (17/10/2024).
Poengky juga mengungkapkan Kompolnas mendukung penuh kepolisian dalam mengungkap kasus dugaan pemaksaan aborsi yang dilaporkan LA terhadap MH, oknum ASN di Puskesmas Perdana, Sukaresmi, Pandeglang.
“Kompolnas mendukung Polres Pandeglang melakukan pemeriksaan terkait laporan pemaksaan aborsi dengan pelapor LA dan terlapor MH,” ujarnya.
Selain itu, Kompolnas meminta kepolisian melakukan pemeriksaan profesional dengan dukungan scientific crime investigation untuk memastikan hasil yang valid dan tak terbantahkan dalam kasus dugaan pemaksaan aborsi.
“Misalnya segera mengamankan dan menyita CCTV di klinik tempat terlapor bekerja, melakukan visum et repertum dan visum et psikiatricum kepada korban,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polres Pandeglang, Iptu Alfian Yusuf, mengungkapkan bahwa penyidik telah melaksanakan pemeriksaan terhadap terlapor, yakni MH.
Menurutnya, dari hasil penyelidikan, sementara ini didapatkan keterangan dari Oknum ASN bahwa oknum ASN tersebut mengakui bahwa peristiwa keguguran memang ada dan terjadi.
“Untuk peristiwa aborsi Oknum ASN tersebut mengaku tidak mengetahui, selain itu oknum ASN juga mengaku telah menyetubuhi korban hingga hamil,” katanya dikonfirmasi INDOPOS.CO.ID pada Rabu (16/10/2024).
Ia juga menjelaskan bahwa hingga saat ini, terlapor MH masih berstatus sebagai saksi dalam kasus dugaan pemaksaan aborsi tersebut.
“Pada saat ini Oknum ASN tersebut masih berstatus saksi sampai proses penyelidikan selesai dan dilaksanakan gelar perkara,” ujarnya.
Sebagai informasi, Kuasa hukum LA, Rama, mengungkapkan bahwa MH diduga memaksa LA menggugurkan kandungannya dengan memberikan obat keras dan melakukan kekerasan fisik.
Hubungan mereka yang berlangsung setahun mulai diwarnai kekerasan sejak April 2024.
Pada Juli, LA mengetahui dirinya hamil dan memberitahu MH, yang diduga tidak ingin bertanggung jawab.
MH merayu LA ke kliniknya di Panimbang dengan dalih memberikan infus, namun di sana diduga memberikan obat aborsi.
Akibatnya, LA mengalami pendarahan hebat dan ditahan di klinik selama empat hari. Orang tua LA mencurigai pendarahan berlanjut, namun MH melarang membawa LA ke klinik lain.
Berdasarkan bukti komunikasi, dokter DN diduga turut membantu MH memberikan obat aborsi.
Akhirnya, LA dibawa ke RS Permata Bunda untuk dikuret, namun MH menolak bertanggung jawab dan hanya sekali menjenguk. (fer)