INDOPOS.CO.ID – Komisi III DPR RI mengapresiasi adanya tindakan cepat dan tegas yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tiga hakim yang terlibat dalam kasus penyuapan karena telah memberikan vonis bebas terhadap Ronald Tannur.
Menurut Aboe Bakar Al Habsy, Kejagung terlihat sigap bagaimana memahami keresahan masyarakat dalam mengkritisi pembebasan Ronald Tannu oleh yiga hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang dianggap telah mencederai integritas sistem peradilan di Indonesia.
“Kami mendukung penuh langkah Kejaksaan Agung yang telah berani mengambil tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang merusak citra peradilan. Kasus ini harus menjadi pelajaran bagi semua pihak bahwa hukum tidak dapat dibeli dan keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu,” katanya di Jakarta, Selasa (29/10/2024).
Aboe Bakar mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengawasi proses hukum agar kasus ini dapat diproses secara transparan dan akuntabel.
Ia juga berharap, tindakan tegas ini menjadi momentum bagi perbaikan sistem peradilan dan mendorong reformasi yang lebih luas dalam penegakan hukum di Indonesia.
“Kami di DPR akan terus mendukung langkah-langkah pemberantasan korupsi, termasuk penguatan lembaga penegak hukum agar tidak ada lagi ruang bagi praktik kotor ini,” tambah pria yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Anggota Komisi III DPR RI lainnya, Nasir Djamil turut mengkritisi OTT yang berlangsung oleh Kejaksaan Agung berhasil mengamankan uang tunai hingga Rp 20 miliar, termasuk segepok Dolar AS yang ditemukan dalam bungkusan yang dilabeli “Untuk Kasasi” dari tiga hakim yang memberi vonis bebas kepada terdakwa Ronald Tannur.
Temuan ini, kata Nasir, seperti ‘menampar’ Ketua Mahkamah Agung (MA) yang baru, Sunarto.
Kejadian ini, menurutnya, membuktikan bahwa mafia peradilan masih eksis di negeri ini dan melibatkan ‘orang dalam’ di lingkungan peradilan.
Nasir Jamil mengingatkan bahwa tantangan utama bagi Ketua MA yang baru adalah memastikan bahwa setiap keputusan dan vonis yang dijatuhkan oleh hakim-hakim di bawah MA adalah hasil dari proses yang jujur dan adil, bukan hasil transaksi yang penuh dengan kepentingan.
“Transaksi jual beli vonis ini sangat membahayakan Republik. Ini bisa menghancurkan integritas serta kepercayaan publik terhadap peradilan,” ujarnya.
Anggota FPKS DPR RI ini juga mendesak Komisi Yudisial (KY) dan internal Mahkamah Agung untuk mencari formula efektif agar reformasi di tubuh MA berjalan lebih maksimal dan tanpa celah.
Nasir menekankan pentingnya bagi KY untuk menjaga keluhuran dan martabat hakim, sebab kehadiran lembaga tersebut adalah untuk melindungi kehormatan dan profesionalitas hakim di semua tingkatan.
“Ini juga sekaligus kritik untuk KY agar lebih maksimal dalam pengawasan, baik di tingkat hakim bawah maupun di level hakim tinggi. Semoga kasus ini menjadi evaluasi mendalam bagi MA, terutama terkait pola pengawasan, pembinaan, dan hubungan antara para hakim agung dan para staf pembantunya,” ungkap Nasir.
“Saya juga berharap kejadian OTT ini dapat mendorong Ketua MA untuk melakukan evaluasi dan pembenahan kritis, serta memastikan bahwa badan-badan peradilan berada dalam pengawasan yang ketat untuk mencegah kejadian serupa di masa depan,” pungkasnya menambahkan. (dil)