Pengamat dan Akademisi Silang Pendapat Soal Status Kepegawaian Sekda Non Aktif Banten

Dedi Kurnia Syah dan Ikhsan Ahmad

Dedi Kurnia Syah,pengamat politik dari Indonesia Political Opinion (IPO) (kiri) dan Ikhsan Ahmad, akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten (kanan)

INDOPOS.CO.ID – Munculnya pengakuan mantan Kepala Biro (Karo) Umum Sekretariat Daerah (Setda) Banten, Ahmad Syaukani dan mantan Kepala Bagian (Kabag) Keuangan Biro Umum Setda Banten Berli Rizki yang mengungkapkan, bahwa Sekda Banten non aktif Al Muktabar saat ini masih tercatat sebagai ASN di Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri ) dan tidak berkenan gaji dan tunjangannya dipindahkan ke Pemprov Banten mengejutkan banyak pihak.

Pengamat Politik Nasional Dedi Kurnia Syah mengatakan, jika benar Sekda Banten non aktif Al Muktabar tidak berkenan gaji dan status kepegawaiannya dipindahkan ke Banten, setelah menjabat Sekda melalui proses open bidding, ini merupakan hal yang janggal dan menjadi contoh kurang baik dari seorang ‘panglima’ ASN

“Jika benar dia menolak atau tidak berkenan adaptasi gaji dan status kepegawaiannya juga ikut berpindah setelah menjabat Sekda, ini adalah hal yang cukup serius dan mengkuatirkan,” terang Direktur Eksekutif Indonesia Political Opininion (IP0) Dedi Kurnia Syah kepada indopos.co.id, Minggu (20/2/2022).

Menurut Dedi, dalam UU Nomor 5 tahun 2014 sudah demikian jelas diatur terkait beban kerja dan hak kesejahteraannya, sehingga tidak rasional jika Al Muktabar keberatan atas pengubahan gaji disesuaikan saat dia menjadi Sekda di Banten.

“Sebagai ASN yang sempat menduduki posisi Sekda, ia tidak seharusnya bersikap arogan. Justru, dia seharusnya menjadi teladan atas konsekuensi dan tanggung jawabnya. Jika ia tidak lagi sanggup menjalankan fungsi sebagai ASN dan bekerja untuk Pemerintah Banten, seharusnya mundur jauh lebih baik dibanding hanya mengajukan pindah atau mutasi,” ujar Dedi.

Ia mengatakan, Al Muktabar menjadi contoh buruk pejabat administrasi yang tidak memahami regulasi tentang hak dan kewajibannya. ”Dengan memicu konflik yang ia buat sendiri, ada kesan Al Muktabar bersikap politis. Kemendagri perlu memberikan teguran keras atas sikap tidak profesionalnya. Banten akan jauh lebih baik jika orang semacam ini tidak ada dalam struktur pemerintahan provinsi,” tegasnya.

Menyikapi pernyataan pengamat politik dari IPO ini, akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten Ikhsan Ahmad mengatakan, pendapat yang dilontarkan oleh Dedi Kurnia Syah yang menyikapi polemik Sekda Banten seolah olah tajam, padahal sempit dan tidak memberikan perspektif yang logis sedikitpun.

“Bagaimana mengukur subjektivitas buruk dan ketidakpahaman dalam polemik yang telah berjalan selama hampir enam bulan, tanpa juga mengukur variabel soal signifikan lainnya. Artinya, pendapat ini seperti seseorang yang mengalami rabun jauh, hanya mampu melihat hal-hal yang dekat dan praktis untuk kepentingan jangka pendek suatu persoalan,” ungkap Ikhsan yang juga dosen FISIP Untirta ini.

Ikhsan meminta, sebaiknya dalam menyikapai polemik Sekda Banten jangan hanya main tebak-tebakan. “Suatu persoalan perlu digelar dalam akal pikir yang holistik, komprehensif dan mendasar. Jika tidak, maka seperti tukang sulap dengan mengatakan seseorang menjadi pemicu konflik tunggal dalam struktur kerja yang memiliki perangkat, peran dan tanggung jawab yang saling terkait didasari etika dan berbagai peraturan dan perundangan yang jelas,” tutur khsan.

Ia meminta, seorang pengamat janganlah mejadi ahli tafsir tanpa menguasai semiotika persoalannya, akhirnya melahirkan aliran sesat. ”Menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri. Peribahasa ini lebih pantas menjadi bahan instrospeksi diri karena membahas kapasitas teladan dan arogan tidak boleh menjadi orang yang tidak bisa melihat gajah di depan matanya, tetapi dapat melihat semut di seberang lautan,” tukasnya.

Sebelumnya diberitakan, mantan Kepala Biro Umum Sekretariat Daerah (Setda) Banten Ahmad Syaukani menjelaskan, saat ini status kepegawaian dan gaji Al Muktabar masih tercatat di BPSDM (Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia) Kemendagri.

”Dulu pernah kami urus perpindahan gaji beliau dari BPSDM ke Pemprov Banten, namun saat itu beliau terkesan menolak,” ungkap Syaukani yang kini menjadi Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Pemprov Banten kepada indopos.co.id.

Hal senada dikatakan Berli Rizki, mantan Kabag Keuangan Biro Umum Setda Banten. Dia menyatakan bahwa dirinya pernah mendapatkan tugas dari Kepala Biro Umum untuk mengurus proses perpindahan gaji Al Muktabar dari BPSDM Kemendagri ke Pemprov Banten.

“Namun setelah pak Al Muktabar tahu saya sedang mengurus perpindahan gajinya, beliau terkesan marah dan mengatakan akan mengurus sendiri perpindaham gajinya tersebut,” ungkap Berli Rizki.

Padahal kata Berli, saat itu, dirinya sudah berkoordinasi dengan Kepala Biro Keuangan Kemendagri bernama ibu Yosefin, dan menyetujui proses perpindahan gaji Al Muktabar dari Kemendagri ke Pemprov Banten.

“Waktu itu kami dari Biro Umum yang mengelola gaji dan tunjangan di Setda Banten berinsiatif melakukan koordinasi dengan ibu Yosefin, Biro Keuangan Kemendagri,” terang Berli.

Saat itu, kata Beri, Karo Keuangan Kemendagri sudah sepakat untuk memindahkan gaji dan tunjangan Al Muktabar dari Kemendagri ke Pemprov Banten.”Cuma beliau (Al Muktabar-red) saat itu kan juga menjabat sebagai pejabat Pengguna Anggaran (PA) di Pemprov Banten, sehingga saya melaporkan kepada beliau sebagai atasan saya, terkait pengurusan perpindahan gaji dan tunjangan beliau dari Kemendagri ke Pemprov Banten, namun saat itu beliau tidak berkenan,” ungkap Berli. (yas)

Exit mobile version